SUKSESKAN PEMILU KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH SIDOARJO 2010

29 April, 2009

Empat Kubu Parpol Terbaca

Liputan6.com, Jakarta: Peta koalisi partai politik jelang pemilu presiden semakin dinamis. Para pembesar partai politik sudah sibuk berpikir soal koalisi calon presiden dan wakilnya. Sudah ada empat kubu politik yang terbaca arah koalisinya. Namun peta tersebut masih sangat cair dan bisa berubah kapan saja.

Partai Keadilan Sejahtera tidak malu-malu menyodorkan nama kadernya ke Susilo Bambang Yudhoyono. Musyawarah Majelis Syura PKS menegaskan, mereka siap berkoalisi dengan Partai Demokrat. Sebuah amplop pengajuan nama pun disodorkan. Kuat berkembang, nama Hidayat Nur Wahid dan Tifatul Sembiring yang tertera dalam amplop.

Partai Amanat Nasional pun tak jauh beda. Ketua Majelis Pertimbangan PAN, Amien Rais, yang selama ini dikenal kritis terhadap SBY justru menggalang pertemuan dengan sejumlah pengurus wilayah di Yogyakarta. Hasilnya, nama Hatta Rajasa diusung sebagai cawapres, mendampingi SBY.

Sementara itu, Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir, selama ini terlihat asyik masyuk dengan capres Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto. Hasilnya, rapat konsultasi antara majelis pertimbangan dan pengurus pusat menyepakati pelaksanaan rapat kerja nasional, 2 Mei mendatang. Tujuannya untuk menegaskan arah koalisi.

Kubu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang tetap mengusung Megawati Sukarnoputri sebagai calon presiden masih terseok-seok mencari pasangan. Partai Golkar yang tadinya diprediksi hendak berkoalisi nyatanya jalan sendiri dengan mencalonkan Jusuf Kalla sebagai presiden. Sama halnya dengan Prabowo Subianto yang tetap berniat melaju sebagai calon presiden.

Empat parpol besar yang tengah bergerak mencari pasangan ini akan terus bergulir sampai menemukan calon yang cocok. Namun mereka harus ingat, perhitungan suara di Komisi Pemilihan Umum masih berlangsung lamban dan mencemaskan. Jangan sampai pada saat tenggat pendaftaran pasangan capres dan cawapres pada 10 Mei mendatang, mereka malah melanggar aturan karena penghitungan yang belum kelar.(OMI/Tim Liputan 6 SCTV)

21 April, 2009

Pilpres Diboikot, Indonesia Bisa Mengalami Krisis

Aprizal Rahmatullah - detikPemilu
Wacana boikot pilpres yang dicetuskan kelompok Teuku Umar dinilai berbahaya. Jika pilpres diboikot, bukan tidak mungkin bangsa ini akan mengarah pada kondisi krisis. "Saya rasa itu sesuatu yang harus dicermati secara hati-hati dan mendalam. Jangan sampai kita membawa bangsa ini ke arah krisis," ujar Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza mahendra usai mengikuti Musyawarah Dewan Partai Bulan Bintang di Hotel Grand Cempaka, Jl Soeprapto, Jakarta, Senin (20/4/2009).
Yusril menjelaskan, sikap memboikot pilpres bukanlah hal yang dewasa. Segala masalah yang tersisa dari pileg justru harus kita sikapi seperti seorang negarawan.
"Dalam situasi yang sulit seperti ini dan ke depan akan bertambah sulit, fokus pikiran kita adalah bagaimana menyelamatkan bangsa," imbuhnya.
Menurut guru besar Hukum Tata Negara FH UI ini, sangat berbahaya jika pada pilpres nanti hanya calon incumbent yang maju sendiri. Kondisi tersebut tentu menyebabkan tahapan pilpres tidak bisa dilanjutkan.
"Kalau pada 20 Oktober nanti tidak ada presiden yang baru maka negara ini dalam keadaan darurat," pungkasnya.
Sebelumnya, kelompok Teuku Umar menyatakan akan memboikot pilpres nanti jika tuntutan agar masalah pileg kemarin tidak ditanggapi. Kelompok Teuku Umar adalah gabungan tokoh dan ketua parpol yang memprotes penyelenggaraan pemilu karena dinilai gagal memberikan fairness.
Mereka terdiri dari Megawati, Prabowo, Wiranto, Gusdur dan beberapa ketua partai lainnya. Para tokoh ini pernah menggelar pertemuan di kediaman Megawati di Jl Teuku Umar, Jakarta Pusat. ( ape / sho )

18 April, 2009

Polri Tolak Laporan Bawaslu

Bawaslu: Tidak Ada Political Will
Laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait kasus surat suara yang tertukar di sejumlah daerah ditolak polisi. Bawaslu menilai tidak ada political will dalam menindaklanjuti laporannya.
"Hal itu menunjukan tidak ada political will untuk menghargai apa yang sudah dikerjakan Bawaslu," ujar anggota Bawaslu Wahidah Suaib saat dihubungi detikcom, Jumat (17/4/2009) malam.
Polisi menolak laporan yang diserahkan Bawaslu karena tidak disertai bukti yang kuat, yakni surat suara tertukar. Padahal, tambah Wahidah, laporan tersebut disertai 34 bukti.
"Termasuk pernyataan dari masyarakat, keberatan dari caleg, hingga surat edaran KPU," jelas Wahidah.
Wahidah menyesalkan penolakan tersebut. Jika menginginkan surat suara yang tertukar sebagai barang bukti, dengan kewenangannya polisi bisa mendapatkan.
"Jangan langsung ditolak, diselidiki dulu. Kalau mau itu (surat suara), polisi kan bisa dapatkan jika sudah masuk ke penyidikan," pungkasnya.
( mok / mok )

25 Pelanggaran Pemilu di Jatim, Dua Caleg Dipenjara 4 Bulan


Surabaya - Selama kampanye pemilu legislatif, 25 pelanggaran yang dilakukan para calon ditangani kejaksaan dan sudah dalam tahap Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP).
"Nanti akan diteliti, mana pelanggaran pemilu dan mana yang pelanggaran administratif. Jika itu pelanggaran administratif maka KPU yang menjadi eksekutornya," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Zulkarnaen kepada
wartawan di gedung kejati, Jalan Ahmad Yani Surabaya, Jumat (17/4/2009).
Ia mengatakan penanganan terhadap kasus pelanggaran pidana itu tidak seperti penanganan pada umumnya. "Prosesnya sangat cepat, sebab laporannya ditangani oleh tiga pihak yang tergabung dalam sentra Gakumdu (penegak hukum terpadu)," tuturnya.
Dari 25 pelanggaran pileg itu, 8 perkara masih dalam proses persidangan. Sedangkan 17 pelanggaran lainnya, 6 perkara sudah diputus. Dari 6 perkara itu, 3 diantaranya memilih banding dan sisanya sudah memiliki status hukum tetap.
Daerah-daerah yang ditemukan adanya pelanggaran pemilu, seperti Mojokerto, Tuban, Sidoarjo, Probolinggo, Lamongan dan Pacitan.
Pelanggaran pemilu yang masuk ke dalam pidana itu diantaranya, pembagian sembako yang diselingi kampanye. Mencuri start kampanye dan beberapa pelanggaran lainnya seperti memanfaatkan fasilitas negara. Pelanggaran pemilu aitu hampir dilakukan semua partai politik.
Namun, yang paling banyak melakukan pelanggaran adalah beberapa partai besar. Sayangnya, Kajati enggan menyebut partai besar mana saja yang melakukan pelanggaran pemilu paling banyak. "Nggak usah disebut, nggak etis," elaknya.
Zulkarnaen menjelaskan, hukuman yang dijatuhkan bagi pelanggra tidak terlalu berat. Vonis hukuman penjara juga tidak ada yang sampai satu tahun. Seperti di Pacitan, ada dua terdakwa yang sudah divonis, yakni Taufik dan Nurhadi. Kedua terdakwa itu diganjar hukuman penjara selama empat bulan.
Taufik dan Nurhadi divonis empat bulan penjara karena terbukti melakukan tindak pidana pemilu berupa money politik dengan cara membagikan sembako dan amplop yang nilainya sebesar Rp 10 ribu hingga Rp 200 ribu per hari.
(gik/gik)Rois Jajeli - detikSurabaya

15 April, 2009

KPU akan Bereskan Masalah DPT Lewat 3 Tahapan


Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melakukan tiga tahapan perbaikan untuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang selama ini dinilai banyak permasalahan dan dikeluhkan oleh banyak kalangan. KPU akan memangkas habis kelebihan nama dalam DPT dan menambahkan nama baru yang selama ini belum terdaftar.
"Kita lakukan pemangkasan habis, membersihkan yang kelebihan. Tidak dicoret tapi langsung delete dan menambahkan nama yang tidak terdaftar," ujar Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary usai rapat kordinasi dengan KPUD Provinsi di Hotel Borobudur, Jl Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Selasa (14/4/2009)
Bagi masyarakat yang berada di luar daerah asal tempatnya diharuskan untuk
membuat surat pernyataan mengenai lokasi pemilihan. Hal ini dilakukan agar tidak ada dua kali pencantuman nama sehingga nanti akan didata kembali.
"Biasanya para mahasiswa yang kuliah di luar daerah asalnya, pekerja di perkebunan, pasien rumah sakit dan yang berada di lembaga pemasyarakatan. Harus ada pernyataan untuk melakukan pilihan dimana, apakah di tempatnya bekerja atau di daerah asalnya, harus dicoret salah satu," imbuhnya
Selain itu KPU juga kan melakukan pelabelan pada rumah yang sudah didata dan anggota keluarganya terdaftar. Hal ini dilakukan agar memudahkan petugas untuk mengontrol, namun disesuaikan dengan kemampuan KPUD setempat.
"Diusulkan juga, rumah keluarga yang sudah terdaftar untuk dilabeli atau diberikan stiker. Tapi ini tergantung kemampuan masing-masing KPUD sehingga bisa mudah terkontrol," kata Hafiz
Dalam rapat tersebut juga disepakati agar RT/RW setempat diupayakan untuk terlibat melakukan pemutakhiran data, karena mereka yang paling mengetahui kondisi masyarakatnya.
"Juga untuk mengupayakan yang melakukan pemutakhiran data adalah dari RT/RW setempat karena mereka yang mengetahui kondisi masyarakatnya masing-masing. Tapi tidak diwajibkan," kata pria yang selalu mengunakan peci hitam ini.
Rapat kordinasi yang diselenggarakan selama tiga hari ini akan membicarakan soal DPT, surat suara, distribusi dan logistik yang akan dilaporkan langsung oleh KPUD untuk dicarikan solusinya.
"Kemudian ini juga salah satu upaya untuk mengevaluasi dari penyelanggaraan pemilu kemarin. Kita harap di Pilpres nanti tidak terjadi," tukasnya.

13 April, 2009

Diprotes, Kotak Tak Disegel


Senin, 13 April 2009 | 11:38 WIB
SIDOARJO – Proses penghitungan suara hasil Pemilu 2009 di Sidoarjo, sempat diwarnai kericuhan. Puluhan pemuda kader Partai Patriot Sidoarjo memprotes pelaksanaan pemungutan suara khususnya di daerah pilihan I meliputi Sidoarjo dan Candi, karena menduga ada kecurangan secara sistematis.
Indikasinya, beberapa kotak suara yang dikirim dari KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) ke PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) ternyata tidak digembok, atau anak kunci masih tertancap pada gembok, atau gemboknya tidak disegel.
“Padahal undang-undang menyebutkan, kalau ditemukan kasus seperti itu, kotak suara harus dikembalikan ke KPPS lalu dilakukan penghitungan ulang,” ungkap Chamim Putra Ghafur, kader Patriot Sidoarjo, Senin (13/4) siang tadi.
Lebih lanjut, Chamim mengaku sudah melaporkan masalah kecurangan ke Panwaslu Sidoarjo, pada Sabtu (11/4) kemarin. “Ada 8 kotak suara yang seperti itu,” tuturnya.
Indikasi lainnya, lanjut Chamim yang juga caleg Patriot itu adalah model banyaknya surat suara untuk Demokrat yang dicontreng pada gambar partai, bukan pada nama caleg bersangkutan. Jumlah surat suara yang demikian, ujarnya, mencapai bilangan 40-60 per TPS (Tempat Pemungutan Suara).
“Itu nggak masuk akal. Sebab setiap caleg kan berkampanye agar mencontreng nama caleg. Kalaupun ada (pemilih) yang mencontreng tanda gambar parpol, nggak mungkin sebanyak itu,” jelas Chamim. “Apalagi ini tadi bentuk contrengannya seragam, seperti dilakukan satu orang,” tambahnya.
Chamim rupanya tak sendirian memprotes tindakan KPPS yang dianggap tidak memegang amanah benar pada Pileg itu. Tindakan sama juga dilakukan Sekretaris PPP Sidoarjo Sya'roni Arief, dan Ketua PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia) Sidoarjo Hidar Assegaf. Mereka mendesak agar Panwaslu menghentikan proses penghitungan suara di Kantor Kecamatan Sidoarjo Kota.
“Setelah itu tangkap oknum yang melakukan kecurangan. Sebab ini adalah perampokan suara besar-besaran oleh Demokrat, kecurangan yang sistematis,” tegas Sya'roni. “Kalau perlu digelar pemungutan suara ulang,” tambahnya.
Sebelum melapor ke Panwaslu, Chamim dan sejumlah rekannya sempat membuat kericuhan di Kantor Kecamatan Sidoarjo Kota. Begitu menemukan kotak suara yang tidak digembok atau gemboknya tidak disegel, kotak itu mereka ambil lalu mendesak panitia menghentikan proses penghitungan.
Aksi Chamim dan rekan-rekannya itu baru berakhir setelah aparat Polsekta Sidoarjo mendatangi TKP (Tempat Kejadian Perkara) dan melakukan pengamanan. Chamim dan teman-temannya kemudian, bergerak ke Kantor Sekretariat KPU Sidoarjo. Namun mereka tak berhasil menemui pejabat-pejabatnya.
Dia juga melapor ke Panwaslu Sidoarjo. “Ya, laporan mereka kami terima dulu. Tapi untuk menentukan itu pelanggaran atau bukan harus dirapatplenokan dengan anggota Panwaslu yang lain,” ujar Fitroti Echa, anggota Panwaslu Sidoarjo. k5

11 April, 2009

Caleg Tiga Parpol Besar di Sidoarjo Saling Gugat

Sabtu, 11 April 2009 | 15:12 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Aris Prasetyo
SIDOARJO, KOMPAS.com — Calon anggota legislatif DPRD Sidoarjo dari tiga partai politik besar, yaitu Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, digugat ke Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Sidoarjo. Pihak yang menggugat adalah calon anggota legislatif lainnya dalam partai yang sama.
Menurut Mohammad Subhan, anggota Panwas Kabupaten Sidoarjo, seorang caleg melaporkan caleg lainnya pada partai yang sama atas dugaan praktik politik uang. Caleg yang melaporkan dan yang terlapor berada dalam satu daerah pemilihan yang sama pula. Diduga, aksi saling gugat tersebut sebagai upaya persaingan memperoleh suara terbanyak.
"Hari ini kami menerima tiga laporan caleg dari Partai Demokrat, PAN, dan PDI-P. Seluruh gugatan dan laporan yang disampaikan ke Panwas adalah adanya dugaan praktik politik uang oleh caleg lain. Namun, pelapor tidak menyertakan saksi dan barang bukti sehingga kami sulit untuk mengusutnya," ucap Subhan, Sabtu (11/4) di Sidoarjo.
Dari catatan Panwas, caleg Partai Demokrat nomor urut 3 di daerah pemilihan (dapil) Sidoarjo V melaporkan Aris Firmansyah, caleg Partai Demokrat nomor urut 4 pada dapil yang sama. Untuk PAN, caleg nomor urut 7 dapil Sidoarjo VI, Pancanto Kuat Prabowo, melaporkan Khulaim Junaidi, caleg PAN nomor urut 1 dapil Sidoarjo VI. Adapun Sumi Harsono, caleg PDI-P nomor urut 1 dapil Sidoarjo I, dilaporkan Wijono yang bernomor urut 2.
"Pendukung Wijono diberi uang oleh tim sukses Sumi dari Rp 10.000 hingga Rp 50.000. Akibatnya, raihan suara Wijono turun drastis sehingga kalah oleh Sumi," ucap Fauzi, anggota tim sukses Wijono saat melapor ke Panwas Sidoarjo.
Dari catatan Panwas Kabupaten Sidoarjo, sejauh ini telah ada 16 kasus dugaan politik uang yang dilaporkan ke Panwas. Panwas kesulitan memproses kasus tersebut karena, selain kurangnya bukti, kebanyakan saksi yang diajukan ke Panwas takut memberikan keterangan.

PPS TAK PAHAM, PULUHAN TPS LAKUKAN HITUNG ULANG


Ketua Panwaslu Sidoarjo Qomarud Zaman mengungkapkan, dua hari sebelum pelaksanaan pemilihan legislatif, dirinya telah mengumpulkan seluruh PPS di Sidoarjo. Tujuannya memberikan penyuluhan dan pemantapan tentang penghitungan suara selepas pemungutan suara. "Tapi, tetap masih ada yang tidak paham," katanya. Pada penghitungan hari pertama, kata Qomarud, banyak petugas pengawas lapangan (PPL) yang melaporkan kesalahan dalam penghitungan suara. Hal tersebut terjadi pada empat TPS di Desa Banjarwungu dan tujuh TPS di Desa Mlirip Rowo, keduanya di Kecamatan Tarik. "Ke-11 TPS itu melakukan penghitungan ulang Kamis sekitar pukul 15.30," terangnya. Hal serupa terjadi di tiga TPS di Desa Grinting, Kecamatan Tulangan. Menurut Qomarud, PPS di desa tersebut juga kurang paham tata cara penghitungan suara. "Terjadi juga di beberapa TPS di Desa Sedati," tambahnya.
Menurut dia, kesalahan PPS dalam penghitungan suara hampir sama. Yakni, menghitung dua contrengan pada satu surat suara. Qomarud menjelaskan, misalnya pemilih mencontreng nama caleg sekaligus partai. "Yang seharusnya dihitung satu suara, mereka hitung menjadi dua," katanya.
Dalam kasus lain, di TPS 1 Desa Jati, Kecamatan Kota, warga lumpur yang tinggal di Perumahan Kahuripan Nirwana Village (KNV) gagal memberikan hak suara. Pasalnya, 76 warga itu datang ke TPS dengan membawa undangan A5 bodong. Tak ada tanda tangan PPS, PPK, atau KPU.

(Sumber : Koran Jawa Pos "nuq/ib")

76 Surat Panggilan Bodong Disahkan Panwas Sidoarjo

Pihak Panitia Pengawas Pemilu Sidoarjo akhirnya menganggap sah 76 surat panggilan (form A5) pencontrengan tanpa tandatangan panitia pemungutan suara (bodong) yang terlanjur digunakan di TPS Desa Jati, Kecamatan Sidoarjo Kota.
�Setelah kami dan KPU Sidoarjo konsultasi ke Panwas Propinsi Jatim dan KPU Pusat, kami akhirnya memutuskan 76 surat panggilan itu sah untuk mencontreng. Dasarnya, setelah kita cek ternyata pemilik A5 itu betul-betul diperuntukkan kepada yang berhak,� kata Ketua Panwas Sidoarjo, Qomarud Zaman ditemui di kantornya, Jl Pahlawan Sidoarjo Kota, Jumat (10/4).
Padahal, sejak sehari sebelumnya, baik Panwas maupun KPU dibingungkan dengan persoalan tersebut. Panwas sendiri sempat akan mengeluarkan rekomendasi hitung ulang. �Tadinya kami akan merekomendasikan hitung ulang. Tapi, tidak ada dasar aturan untuk itu. Untunglah KPU Pusat segera memberikan rekomendasinya,� ungkap Qomar.
Sebanyak 76 surat panggilan bodong itu dimiliki korban lumpur yang tinggal di perumahan Kahuripan Nirvana Village. Lantaran tidak ada TPS di daerah itu, mereka menggunakannya untuk menyontreng di TPS Desa Jati sebelum surat tersebut divalidasi oleh KPU.
Sebanyak 76 form A5 itu bagian dari 351 suarat panggilan bodong yang ada pada hari kemarin. Namun, 275 surat panggilan sudah divalidasi oleh KPU dan dinyatakan sah untuk digunakan menyalurkan hak suara.
Sebelum pelaksanaan pemungutan suara, korban lupan lumpur yang tinggal di Desa Janti sudah resah. Mereka sudah melaporkan persolan ini hingga ketingkat kecamatan. Bahkan Sukowaluyo, salah seorang warga sempat kesal dan melakukan protes kesana kemari karena dipersulit. Namun, akhirnya ada penyelesaian. (yan) duta masyarakat

10 April, 2009

Ketua Dewan Bagi-Bagi Duit

SIDOARJO - Rasa syukur dan terima kasih Ketua DPRD Sidoarjo Arly Fauzi direalisasikan pada pesta rakyat kemarin. Masa jabatan yang kurang dari empat bulan membuat Arly turun tangan dalam pemilihan wakil rakyat pada periode selanjutnya.
Caranya, Arly memberikan uang kepada 3.182 pemilih di Desa Sumokali, Candi, selepas mencontreng kemarin (9/4).
Ketua PPS TPS 1 Suyono mengatakan, setiap pemilih mendapatkan Rp 10 ribu. Uang itu, kata Suyono, dimasukkan amplop putih dan diberikan setelah pemilih mencelupkan jarinya ke tinta sebagai bukti telah menggunakan hak suaranya.
Menurut Suyono, tidak hanya TPS 1 yang diberkahi hadiah hibah. Ada enam TPS lain yang juga mendapatkan perlakuan serupa. Yakni, mendapatkan bonus Rp 10 ribu. ''Semua tujuh TPS yang mendapatkan hadiah itu,'' terangnya.
Sementara itu, salah seorang warga yang tida ingin disebutkan namanya mengatakan, sebelumnya Arly pernah mengumpulkan puluhan warga dan meminta memilih salah seorang caleg PKB. ''Lebih dari sekali kami dikumpulkan untuk memilih caleg yang tinggalnya di desa kami,'' tuturnya.
Anggota Koordinator Bidang Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Mohammad Subhan mengatakan, sebelumnya Arly memang meminta izin kepada Panwaslu Sidoarjo. Isinya, antara lain, memohon izin untuk turut melancarkan jalannya pemilihan legislatif (pileg).
Dia mengatakan, setelah surat tersebut diterima, Panwaslu Sidoarjo memberikan izin resmi kepada Arly untuk membagikan dana hibah itu kepada pemilih di daerah tempat tinggalnya. ''Sementara kami tidak mencium money politics pada masalah ini karena pihak terkait meminta izin untuk membantu panwas,'' terangnya.
Arly menjelaskan, bagi-bagi uang di TPS itu dalam rangka menekan angka golput dan mengurangi pengaruh money politics, khususnya di Desa Sumokali. Untuk itu, dia rela mengeluarkan bantuan Rp 35 juta secara tunai kepada kepala desa Sumokali.(nuq/ib)

09 April, 2009

Usut Serangan Fajar

Kamis, 9 April 2009 | 12:42 WIB
SIDOARJO –Aksi money politics menjelang contrengan, atau biasa disebut serangan fajar mewarnai Sidoarjo dan Mojokerto. Tindakan yang menodai pesta demokrasi memilik wakil rakyat ini telah diusut Panwas masing-masing daerah setempat.
Kasus politik uang di Sidoarjo, justru dibongkar Panwaslu Sidoarjo sendiri. Ketua Panwaslu Sidoarjo Qomarud Zaman mengatakan, mengantisipasi praktik politik uang dan serangan fajar Panwaslu Sidoarjo melakukan operasi mulai Rabu (8/4) malam hingga berakhir pada Kamis (9/4) pagi tadi, pukul 06.00.
Dan pengawasan lapangan itu, pihaknya telah menemukan 3 kasus dugaan kuat money politics. Dari tiga kasus itu, di antaranya dilakukan Isa Hasanuddin, caleg PKB untuk DPRD Sidoarjo, dari dapil Sidoarjo-Candi. “Kami menangkap basah saat operasi pada malam hari H-1 Contrengan. Tapi yang tertangkap membagi-bagikan uang bukan Pak Isa sendiri, tapi salah satu ketua RT di Desa Sumokali, Candi,” ungkap Qomar, Kamis (9/4) pagi tadi.
Lebih lanjut, Qomar belum bersedia mengungkapkan nama ketua RT yang diduga merupakan salah satu tim sukses Isa Hasanuddin. Namun dia mengatakan ketua RT itu telah membagi-bagikan uang ke seluruh warganya senilai Rp 15 ribu per kepala.
“Laporan kami terima, pemberian uang itu disertai dengan ajakan memilih caleg Isa Hasanuddin. Tapi masih harus kami crosscheck dengan saksi-saksinya lebih dulu,” tutur Qomar.
Dua kasus kasus lainnya melibatkan Emir Firdaus, caleg nomor 2 dari PAN untuk DPRD Sidoarjo dari dapil Sidoarjo-Candi. Emir yang masih teratat sebagai anggota DPRD Sidoarjo periode 2004-2009 itu dilaporkan petugas PPL (Pengawas Pemilu Lapangan) di Desa Tenggulunan, Kec. Candi, telah membagi-bagikan uang Rp 10 ribu per kepala disertai ajakan untuk memilih dirinya dan Sunartoyo, caleg PAN untuk DPR RI dari dapil Surabaya-Sidoarjo.
Untuk kasus itu, Panwaslu Sidoarjo telah mendapatkan barang bukti berupa uang Rp 20 ribu dan alat peraga untuk mencoblos yang memuat nama Emir dan Sunartoyo. “Kasus juga sedang dalam proses,” tegas Qomar.
Kasus satunya lagi, tambah Qomar juga diduga melibatkan caleg dari PAN. “Yang satu ini, kami terima laporannya dari Krian. Yang diduga terlibat adalah caleg PAN bernama Yasluk,” beber Qomar tanpa menyebut rinci bagaimana kasusnya.
Sementara itu, Panwaslu Kota Mojokerto juga menerima laporan masyarakat di kawasan Kedundung Kec. Magersari, atas dugaan pemberian amplop berisi uang Rp 30 ribu yang ditengarai dilakukan tim sukses seorang caleg PPP berinisial R.
Untuk memperkuat unsur kategori money politics, Panwaslu tengah mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak. “Untuk menyimpulkan, kita akan memplenokan hasil temuan dan pemeriksaan para saksi,” kata I Dewa Gede Paramartha, Ketua Panwaslu Kota Mojokerto.
Saat ini, lanjut dia, pihaknya masih mengumpulkan keterangan dari para saksi. Baik saksi pelapor, maupun saksi yang diduga terlibat langsung dalam pemberian amplop berisi uang tersebut. Selain itu Panwaslu juga masih punya waktu empat hari menuntaskan masalah ini.“Semua laporan warga akan kami terima dan kami tindak lanjuti,” katanya. Surabaya post/k5,bas

Caleg Nakal Belum Ditindak

SIDOARJO - Masa tenang bukan berarti berhenti kampanye. Ada saja partai yang berkampanye di luar jadwal. Sejak Senin lalu (6/4), Panwaslu Sidoarjo menemukan tiga caleg melakukan kampanye gelap. Antara lain, caleg dari Gerindra, PKS, dan PAN.
Anggota Koordinator Bidang Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Mohammad Subhan mengungkapkan, pelanggaran pertama dilakukan Gerindra Senin siang lalu. Panwascam Wonoayu memergoki pengumpulan warga di rumah Usman Ikhsan, Desa Pilang.
Menurut laporan panwascam, kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Partai Gerindra. Subhan menjelaskan, walaupun pihak terkait mengaku cuma syukuran, panwas memiliki bukti berupa undangan kegiatan. "Ajakan doa bersama untuk Gerindra," ujarnya.
Laporan lain yang diterima Panwaslu, ada pembagian selebaran dan undangan untuk memilih caleg dari PKS. Kegiatan itu terjadi Selasa lalu pukul 06.00. Puluhan selebaran dititipkan kepada ketua RT 5 RW 3 Desa Kedungrawan, Kecamatan Krembung. "Yang kami temukan masih di satu RT, belum RT lain," terangnya.
Panwascam Candi juga melaporkan pelanggaran kampanye di luar jadwal oleh caleg PAN Emir Firdaus di Kecamatan Candi. Selasa malam lalu, panwascam menemui Panwaslu Sidoarjo bersama saksi. "Masih kami proses," ujarnya.(nuq/ib)

08 April, 2009

Panwas Selidiki Dugaan "Money Politic" Caleg PAN


Panwas Selidiki Dugaan "Money Politic" Caleg PAN

Rabu, 8 April 2009 | 17:34 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Aris Prasetyo
SIDOARJO, KOMPAS.com — Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menyelidiki dugaan praktik money politic calon anggota legislatif DPR dan DPRD Sidoarjo dari Partai Amanat Nasional.

Beberapa warga di Desa Tenggulunan, Kecamatan Candi, Sidoarjo, memperoleh uang Rp 20.000 dengan ajakan memilih Sunartoyo dan Emir Firdaus. Masing-masing adalah caleg DPR daerah pemilihan Jawa Timur I dan caleg DPRD Sidoarjo daerah pemilihan Sidoarjo I.
Dari barang bukti yang diamankan Panwas Kabupaten Sidoarjo, terdapat selebaran bertuliskan nama Sunartoyo (bernomor urut satu) dan Emir Firdaus (bernomor urut dua). Setiap nomor pada masing-masing nama tersebut terdapat tanda contreng berwarna merah. Pada bagian tengah selebaran tertulis kalimat contreng atau coblos nama caleg.
Menurut Ketua Panwas Kabupaten Sidoarjo Qomarud Zaman, pembagian itu terjadi pada Selasa (7/4) sekitar pukul 06.00. Ada dua warga Desa Tenggulun yang menerima selebaran berisi ajakan mencontreng nama caleg tersebut beserta uang Rp 20.000 berupa pecahan Rp 5.000 sebanyak empat lembar. Pembagian tersebut dilakukan oleh anggota tim sukses Emir.
"Kami masih mendalami perkara dugaan money politic ini. Beberapa saksi akan kami panggil untuk dimintai keterangan. Kami juga akan mengundang jaksa dan polisi untuk gelar perkara," jelas Zaman, Rabu (8/4) di Sidoarjo.
Secara terpisah, Emir membantah telah melakukan praktik money politic seperti yang terjadi di Desa Tenggulunan itu. Menurut anggota Komisi C DPRD Sidoarjo tersebut, di tengah meningkatnya suhu politik menjelang pemilu, adalah hal biasa bila terjadi laporan palsu untuk menyudutkan pihak-pihak tertentu. Ia menilai bila peristiwa di Desa Tenggulunan itu adalah sebuah bentuk kampanye hitam terhadap dirinya.
"Saling menjelek-jelekkan adalah hal biasa menjelang pemilu. Itu adalah sebuah upaya kampanye hitam kepada saya," ucap Emir.

07 April, 2009

Turunkan Baliho Permanen

SIDOARJO - Baliho permanen yang dipasang di papan reklame akan ditertibkan Panwaslu Sidoarjo. Penertiban yang dilakukan hari itu (7/4) akan melibatkan Satpol PP serta Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP).
Ketua Panwaslu Sidoarjo Qomarud Zaman mengungkapkan, pihaknya akan menertibkan semua baliho dan atribut lain yang dipasang di sepanjang jalan protokol. ''Akan kami bersihkan sebelum H-1 (pencontrengan, Red)," katanya.
Untuk baliho kampanye, lanjut Qomarud, panwaslu akan dibantu dengan alat berat milik DKP. Menurut dia, menurunkan baliho di papan reklame tidak perlu izin kepada perusahaan jasa pemasangan reklame. ''Seharusnya mereka sudah paham aturan pemilu," tegasnya.
Qomarud menjelaskan, dirinya tidak lagi menoleransi atribut yang dipasang di papan reklame. Walaupun pemasang atribut memiliki perjanjian khusus dengan perusahaan reklame, panwas berhak menurunkan paksa. ''Kan sudah ada aturannya, tidak boleh dipasang atribut. Kalau tetap memasang, sanksi berat akan dikenakan terhadap partai atau calegnya," ujarnya. (nuq/ib)

06 April, 2009

Ratih Sang Terancam Penjara


Anakku, Bila ibu boleh memilih Apakah ibu berbadan langsing atau berbadan besar karena mengandungmu, maka ibu memilih mengandungmu nak… Karena dalam mengandungmu ibu merasakan keajaiban dan kebesaran Allah…
Itu adalah deretan kalimat dalam bait pertama puisi berjudul “Bila Ibu Boleh Memilih” karya Ratih Sanggarwaty. Peragawati era 90-an yang akrab disapa Ratih Sang itu, berduet dengan si Clurit Emas D. Zawawi Imron, membacakan puisi itu di depan puluhan orang.
Acara ini resmi dinyatakan sebagai peluncuran buku “24 Cerita Hikmah Ratih Sang, Oh Indonesia Rayaku”, di Restoran Tropis Sun City, Sidoarjo Senin (6/4).
Tapi menjadi masalah ketika Panwaslu melihatnya sebagai kampanye seorang caleg pada masa tenang. Ratih, anak perempuan Bagus Giyanto alias Giyanto Jangkung, mantan penulis cerita bersambung di Surabaya Post itu, memang tengah menjadi caleg nomor 1 PPP untuk DPR RI dari Dapil I Jatim, Surabaya-Sidoarjo. Posisinya ini tidak bisa ditutupi oleh masa lalunya sebagai peragawati atau penulis buku yang sedang membacakan puisi.
Buku yang diluncurkannya adalah karyanya yang ke-13, puisi yang bercerita tantang cinta tulus seorang ibu kepada anaknya. Buku itu berisi tentang pengalaman batin Ratih, hasil dari renungan-renungannya ketika sedang berdialog dengan tiga bidadari cilik, buah cintanya dengan Budi Zen sang suami; atau berdialog dengan dua pegawainya Fathi dan Dini; atau kolega-koleganya yang saat dia mengisi acara di dalam maupun luar negeri; atau berdialog dengan dirinya sendiri ketika sedang bertafakur di depan ka’bah.
“Ya, semoga saat berhasil duduk di kursi legislatif nanti, adinda Ratih bisa meluruskan apa yang bengkok di sana,” demikian doa D. Zawawi Imron, budayawan Madura yang diundang sebagai salah satu pembicara dalam bedah buku Ratih, di acara launching buku tersebut.
Dalam acara launching buku yang dia gelar bertepatan dengan hari pertama masa tenang itu, panitia membagi-bagikan tabloid Charming, Free Letter. Di dalamnya terdapat iklan berukuran seperempat halaman yang memuat ajakan untuk memilih Ratih dalam Pemilu Legislatif 2009 nanti.
Tak ayal Panwaslu Kabupaten Sidoarjo pun meniup sempritannya. “Jelas ini kampanye. Pelanggaran, karena dilakukan pada masa tenang,” tegas Ketua Panwaslu Sidoarjo Qomarud Zaman.
Qomar, panggilan akrab Ketua Panwaslu Sidoarjo menyatakan, pelanggaran itu adalah hasil temuan panwaslu. Menurutnya Ratih telah melanggar pasal 32 juncto pasal 269 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008. “Ancaman hukumannya minimal 3 bulan penjara dan denda Rp 3 juta, maksimal 12 bulan penjara dan denda Rp 12 juta,” tandasnya.
“Sekarang, kami sedang memproses pelanggaran itu agas bisa sampai ke pengadilan,” lanjut Qomar.
Ratih sendiri mati-matian membantah bahwa acaranya itu bukanlah kampanye melainkan benar-benar launching buku. “Kebetulan saja harinya bersamaan dengan masa tenang. Tapi sebenarnya ya, karena tempat acara baru bisa dipakai hari ini (6/4),” tuturnya.
Lalu, soal iklan itu?
“Kata panitia, itu nggak apa-apa. Wong saya ya memang nggak niat kampanye, toh sekarang ini saya tinggal panen dari kampanye sebelumnya,” sergah Ratih. “Wah, mosok begitu saja disemprit se,” katanya dengan nada gusar. sat

Atribut Parpol di Sidoarjo masih Marak


Penulis : Heri Susetyo
SIDOARJO--MI: Memasuki hari pertama masa tenang pemilu legislatif, atribut parpol dan caleg di sejumlah jalan protokol di Kabupaten Sidoarjo masih marak, Senin (6/4). Padahal seharusnya atribut parpol dan caleg sudah dibersihkan sejak Minggu malam (5/4).
Atribut parpol baik berupa bendera dan baliho berbagai ukuran bisa terlihat di jalan-jalan tengah kota kawasan strategis Sidoarjo. Hampir atribut semua parpol masih banyak yang terpasang, bahkan di pintu masuk jalan tol Kota Sidoarjo, poster raksasa Partai Demokrat dengan background Presiden SBY juga belum dibongkar.
Demikian pula baliho besar Partai PKB dengan gambar Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar di Jalan Raya Janti Sidoarjo juga masih tegak berdiri. Padahal, seharusnya ada kesadaran dari para pengurus parpol untuk membersihkan sendiri atribut-atribut parpolnya memasuki masa tenang pemilu legislatif ini. Sementara pihak Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Sidoarjo juga belum bertindak sama sekali berbeda dengan panwaslu kota lain di Jawa Timur.
Ketika dikonfirmasi, pihak Panwaslu Sidoarjo mengaku belum bisa melakukan penertiban pada Minggu malam. Alasannya mereka kesulitan koordinasi dengan pihak Satuan Polisi Pamong Praja Pemkab Sidoarjo karena sedang hari libur kerja.
“Penertiban rencananya baru bisa dilakukan hari Senin ini dan aturannya memang semua atribut sudah bersih batas waktunya paling lambat pada H-1 menjelang pemilu legislatif,” kata Ketua Panwaslu Sidoarjo Qomarrud Zaman. (HS/OL-02)

PANWAS & KPU IMBAU PARTAI LEPAS ATRIBUT KAMPANYE


Menurut Sekretaris Panwaslu M. Subchan, pihaknya telah mengimbau kontestan yang bersangkutan. Imbauan itu disampaikan melalui panitia pengawas kecamatan (panwascam). "Kami sudah meminta mereka berinisiatif melepas posternya," katanya. Panwas memberi toleransi waktu satu hari. Jika tidak dilepas sendiri, alat-alat kampanye itu akan dilepas oleh panwas. Penertiban panwas sendiri dilakukan secara serempak besok. Pihak yang dilibatkan semua anggota panwas di tingkat kabupaten maupun kecamatan. "Kami bersama-sama akan melepas dan menyita poster tersebut," jelasnya. Sementara itu, di beberapa tempat, sudah terlihat inisiatif pelepasan poster. Seperti di Jl Raya Buduran, beberapa poster mulai dilepas. Namun, banyak pula poster yang masih terpampang jelas di baliho dan perkampungan. Secara terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sidoarjo Bima Ariesdiyanto mengatakan, persoalan poster adalah masalah klasik menjelang pemilu. Dia meminta masing-masing partai melepas atribut mereka.
Menurut Bima, di hari tenang hingga pelaksanaan pemilu, tidak diperbolehkan ada atribut partai ataupun caleg. Terutama di sekitar tempat pemungutan suara. Dia memisalkan gambar poster atau kaus gambar caleg yang dikenakan saat pemilihan berlangsung. "Itu tidak diperbolehkan. Jadi, masing-masing partai dan caleg hendaknya mewujudkan sikap yang tertib terhadap aturan." (Sumber : Koran Jawa Pos "riq/nuq/ib")

Panwas Sidoarjo Selidiki Dugaan Kampanye Terselubung Ratih

SIDOARJO, KOMPAS.com - Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menyelidiki dugaan kampanye terselubung yang dilakukan Ratih Sanggarwati, calon anggota DPR RI untuk daerah pemilihan Jawa Timur I Surabaya-Sidoarjo. Ratih diketahui membagi-bagikan buku dan tabloid yang di dalamnya terdapat gambar dan nomor urut Ratih sebagai ca lon anggota legislatif dari Partai Persatuan Pembangunan.
Ketua Panwas Kabupaten Sidoarjo Qomarud Zaman mengatakan, pembagian buku dan tabloid itu terjadi pada Senin (6/4) di Rumah Makan Tropis di Jalan Pahlawan, Sidoarjo, pada pukul 10.00. Acara itu dihadiri Ratih yang meluncurkan buku berjudul Oh Indonesia Rayaku dan tabloid Charming yang terdapat foto Ratih pada sampul depan. Pada halaman enam tabloid tersebut, terdapat foto, nama, dan nomor urut Ratih sebagai caleg dari PPP.
Sekarang kan masa tenang kampanye. Pembagian tabloid berisi nomor urut dan nama caleg tersebut dapat diduga sebagai kampanye terselubung. "Kami akan menjerat dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, pasal 82 juncto pasal 269," ucap Zaman.
Zaman menambahkan, pihakn ya masih mengumpulkan saksi yang mengetahui peristiwa tersebut. Beberapa saksi pada acara yang diikuti sekitar 100 orang itu adalah anggota Panwas Kecamatan Sidoarjo. Panwas Sidoarjo juga berencana akan memanggil Ratih untuk dimintai keterangan terkait peristiwa tersebut.
"Setelah seluruh saksi kami periksa beserta keterangan dari yang bersangkutan (Ratih), kami akan melimpahkan kasus ini ke Kepolisian Resor Sidoarjo untuk ditindak lanjuti," jelas Zaman.