SUKSESKAN PEMILU KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH SIDOARJO 2010

29 April, 2009

Empat Kubu Parpol Terbaca

Liputan6.com, Jakarta: Peta koalisi partai politik jelang pemilu presiden semakin dinamis. Para pembesar partai politik sudah sibuk berpikir soal koalisi calon presiden dan wakilnya. Sudah ada empat kubu politik yang terbaca arah koalisinya. Namun peta tersebut masih sangat cair dan bisa berubah kapan saja.

Partai Keadilan Sejahtera tidak malu-malu menyodorkan nama kadernya ke Susilo Bambang Yudhoyono. Musyawarah Majelis Syura PKS menegaskan, mereka siap berkoalisi dengan Partai Demokrat. Sebuah amplop pengajuan nama pun disodorkan. Kuat berkembang, nama Hidayat Nur Wahid dan Tifatul Sembiring yang tertera dalam amplop.

Partai Amanat Nasional pun tak jauh beda. Ketua Majelis Pertimbangan PAN, Amien Rais, yang selama ini dikenal kritis terhadap SBY justru menggalang pertemuan dengan sejumlah pengurus wilayah di Yogyakarta. Hasilnya, nama Hatta Rajasa diusung sebagai cawapres, mendampingi SBY.

Sementara itu, Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir, selama ini terlihat asyik masyuk dengan capres Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto. Hasilnya, rapat konsultasi antara majelis pertimbangan dan pengurus pusat menyepakati pelaksanaan rapat kerja nasional, 2 Mei mendatang. Tujuannya untuk menegaskan arah koalisi.

Kubu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang tetap mengusung Megawati Sukarnoputri sebagai calon presiden masih terseok-seok mencari pasangan. Partai Golkar yang tadinya diprediksi hendak berkoalisi nyatanya jalan sendiri dengan mencalonkan Jusuf Kalla sebagai presiden. Sama halnya dengan Prabowo Subianto yang tetap berniat melaju sebagai calon presiden.

Empat parpol besar yang tengah bergerak mencari pasangan ini akan terus bergulir sampai menemukan calon yang cocok. Namun mereka harus ingat, perhitungan suara di Komisi Pemilihan Umum masih berlangsung lamban dan mencemaskan. Jangan sampai pada saat tenggat pendaftaran pasangan capres dan cawapres pada 10 Mei mendatang, mereka malah melanggar aturan karena penghitungan yang belum kelar.(OMI/Tim Liputan 6 SCTV)

21 April, 2009

Pilpres Diboikot, Indonesia Bisa Mengalami Krisis

Aprizal Rahmatullah - detikPemilu
Wacana boikot pilpres yang dicetuskan kelompok Teuku Umar dinilai berbahaya. Jika pilpres diboikot, bukan tidak mungkin bangsa ini akan mengarah pada kondisi krisis. "Saya rasa itu sesuatu yang harus dicermati secara hati-hati dan mendalam. Jangan sampai kita membawa bangsa ini ke arah krisis," ujar Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza mahendra usai mengikuti Musyawarah Dewan Partai Bulan Bintang di Hotel Grand Cempaka, Jl Soeprapto, Jakarta, Senin (20/4/2009).
Yusril menjelaskan, sikap memboikot pilpres bukanlah hal yang dewasa. Segala masalah yang tersisa dari pileg justru harus kita sikapi seperti seorang negarawan.
"Dalam situasi yang sulit seperti ini dan ke depan akan bertambah sulit, fokus pikiran kita adalah bagaimana menyelamatkan bangsa," imbuhnya.
Menurut guru besar Hukum Tata Negara FH UI ini, sangat berbahaya jika pada pilpres nanti hanya calon incumbent yang maju sendiri. Kondisi tersebut tentu menyebabkan tahapan pilpres tidak bisa dilanjutkan.
"Kalau pada 20 Oktober nanti tidak ada presiden yang baru maka negara ini dalam keadaan darurat," pungkasnya.
Sebelumnya, kelompok Teuku Umar menyatakan akan memboikot pilpres nanti jika tuntutan agar masalah pileg kemarin tidak ditanggapi. Kelompok Teuku Umar adalah gabungan tokoh dan ketua parpol yang memprotes penyelenggaraan pemilu karena dinilai gagal memberikan fairness.
Mereka terdiri dari Megawati, Prabowo, Wiranto, Gusdur dan beberapa ketua partai lainnya. Para tokoh ini pernah menggelar pertemuan di kediaman Megawati di Jl Teuku Umar, Jakarta Pusat. ( ape / sho )

18 April, 2009

Polri Tolak Laporan Bawaslu

Bawaslu: Tidak Ada Political Will
Laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait kasus surat suara yang tertukar di sejumlah daerah ditolak polisi. Bawaslu menilai tidak ada political will dalam menindaklanjuti laporannya.
"Hal itu menunjukan tidak ada political will untuk menghargai apa yang sudah dikerjakan Bawaslu," ujar anggota Bawaslu Wahidah Suaib saat dihubungi detikcom, Jumat (17/4/2009) malam.
Polisi menolak laporan yang diserahkan Bawaslu karena tidak disertai bukti yang kuat, yakni surat suara tertukar. Padahal, tambah Wahidah, laporan tersebut disertai 34 bukti.
"Termasuk pernyataan dari masyarakat, keberatan dari caleg, hingga surat edaran KPU," jelas Wahidah.
Wahidah menyesalkan penolakan tersebut. Jika menginginkan surat suara yang tertukar sebagai barang bukti, dengan kewenangannya polisi bisa mendapatkan.
"Jangan langsung ditolak, diselidiki dulu. Kalau mau itu (surat suara), polisi kan bisa dapatkan jika sudah masuk ke penyidikan," pungkasnya.
( mok / mok )

25 Pelanggaran Pemilu di Jatim, Dua Caleg Dipenjara 4 Bulan


Surabaya - Selama kampanye pemilu legislatif, 25 pelanggaran yang dilakukan para calon ditangani kejaksaan dan sudah dalam tahap Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP).
"Nanti akan diteliti, mana pelanggaran pemilu dan mana yang pelanggaran administratif. Jika itu pelanggaran administratif maka KPU yang menjadi eksekutornya," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Zulkarnaen kepada
wartawan di gedung kejati, Jalan Ahmad Yani Surabaya, Jumat (17/4/2009).
Ia mengatakan penanganan terhadap kasus pelanggaran pidana itu tidak seperti penanganan pada umumnya. "Prosesnya sangat cepat, sebab laporannya ditangani oleh tiga pihak yang tergabung dalam sentra Gakumdu (penegak hukum terpadu)," tuturnya.
Dari 25 pelanggaran pileg itu, 8 perkara masih dalam proses persidangan. Sedangkan 17 pelanggaran lainnya, 6 perkara sudah diputus. Dari 6 perkara itu, 3 diantaranya memilih banding dan sisanya sudah memiliki status hukum tetap.
Daerah-daerah yang ditemukan adanya pelanggaran pemilu, seperti Mojokerto, Tuban, Sidoarjo, Probolinggo, Lamongan dan Pacitan.
Pelanggaran pemilu yang masuk ke dalam pidana itu diantaranya, pembagian sembako yang diselingi kampanye. Mencuri start kampanye dan beberapa pelanggaran lainnya seperti memanfaatkan fasilitas negara. Pelanggaran pemilu aitu hampir dilakukan semua partai politik.
Namun, yang paling banyak melakukan pelanggaran adalah beberapa partai besar. Sayangnya, Kajati enggan menyebut partai besar mana saja yang melakukan pelanggaran pemilu paling banyak. "Nggak usah disebut, nggak etis," elaknya.
Zulkarnaen menjelaskan, hukuman yang dijatuhkan bagi pelanggra tidak terlalu berat. Vonis hukuman penjara juga tidak ada yang sampai satu tahun. Seperti di Pacitan, ada dua terdakwa yang sudah divonis, yakni Taufik dan Nurhadi. Kedua terdakwa itu diganjar hukuman penjara selama empat bulan.
Taufik dan Nurhadi divonis empat bulan penjara karena terbukti melakukan tindak pidana pemilu berupa money politik dengan cara membagikan sembako dan amplop yang nilainya sebesar Rp 10 ribu hingga Rp 200 ribu per hari.
(gik/gik)Rois Jajeli - detikSurabaya

15 April, 2009

KPU akan Bereskan Masalah DPT Lewat 3 Tahapan


Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melakukan tiga tahapan perbaikan untuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang selama ini dinilai banyak permasalahan dan dikeluhkan oleh banyak kalangan. KPU akan memangkas habis kelebihan nama dalam DPT dan menambahkan nama baru yang selama ini belum terdaftar.
"Kita lakukan pemangkasan habis, membersihkan yang kelebihan. Tidak dicoret tapi langsung delete dan menambahkan nama yang tidak terdaftar," ujar Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary usai rapat kordinasi dengan KPUD Provinsi di Hotel Borobudur, Jl Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Selasa (14/4/2009)
Bagi masyarakat yang berada di luar daerah asal tempatnya diharuskan untuk
membuat surat pernyataan mengenai lokasi pemilihan. Hal ini dilakukan agar tidak ada dua kali pencantuman nama sehingga nanti akan didata kembali.
"Biasanya para mahasiswa yang kuliah di luar daerah asalnya, pekerja di perkebunan, pasien rumah sakit dan yang berada di lembaga pemasyarakatan. Harus ada pernyataan untuk melakukan pilihan dimana, apakah di tempatnya bekerja atau di daerah asalnya, harus dicoret salah satu," imbuhnya
Selain itu KPU juga kan melakukan pelabelan pada rumah yang sudah didata dan anggota keluarganya terdaftar. Hal ini dilakukan agar memudahkan petugas untuk mengontrol, namun disesuaikan dengan kemampuan KPUD setempat.
"Diusulkan juga, rumah keluarga yang sudah terdaftar untuk dilabeli atau diberikan stiker. Tapi ini tergantung kemampuan masing-masing KPUD sehingga bisa mudah terkontrol," kata Hafiz
Dalam rapat tersebut juga disepakati agar RT/RW setempat diupayakan untuk terlibat melakukan pemutakhiran data, karena mereka yang paling mengetahui kondisi masyarakatnya.
"Juga untuk mengupayakan yang melakukan pemutakhiran data adalah dari RT/RW setempat karena mereka yang mengetahui kondisi masyarakatnya masing-masing. Tapi tidak diwajibkan," kata pria yang selalu mengunakan peci hitam ini.
Rapat kordinasi yang diselenggarakan selama tiga hari ini akan membicarakan soal DPT, surat suara, distribusi dan logistik yang akan dilaporkan langsung oleh KPUD untuk dicarikan solusinya.
"Kemudian ini juga salah satu upaya untuk mengevaluasi dari penyelanggaraan pemilu kemarin. Kita harap di Pilpres nanti tidak terjadi," tukasnya.

13 April, 2009

Diprotes, Kotak Tak Disegel


Senin, 13 April 2009 | 11:38 WIB
SIDOARJO – Proses penghitungan suara hasil Pemilu 2009 di Sidoarjo, sempat diwarnai kericuhan. Puluhan pemuda kader Partai Patriot Sidoarjo memprotes pelaksanaan pemungutan suara khususnya di daerah pilihan I meliputi Sidoarjo dan Candi, karena menduga ada kecurangan secara sistematis.
Indikasinya, beberapa kotak suara yang dikirim dari KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) ke PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) ternyata tidak digembok, atau anak kunci masih tertancap pada gembok, atau gemboknya tidak disegel.
“Padahal undang-undang menyebutkan, kalau ditemukan kasus seperti itu, kotak suara harus dikembalikan ke KPPS lalu dilakukan penghitungan ulang,” ungkap Chamim Putra Ghafur, kader Patriot Sidoarjo, Senin (13/4) siang tadi.
Lebih lanjut, Chamim mengaku sudah melaporkan masalah kecurangan ke Panwaslu Sidoarjo, pada Sabtu (11/4) kemarin. “Ada 8 kotak suara yang seperti itu,” tuturnya.
Indikasi lainnya, lanjut Chamim yang juga caleg Patriot itu adalah model banyaknya surat suara untuk Demokrat yang dicontreng pada gambar partai, bukan pada nama caleg bersangkutan. Jumlah surat suara yang demikian, ujarnya, mencapai bilangan 40-60 per TPS (Tempat Pemungutan Suara).
“Itu nggak masuk akal. Sebab setiap caleg kan berkampanye agar mencontreng nama caleg. Kalaupun ada (pemilih) yang mencontreng tanda gambar parpol, nggak mungkin sebanyak itu,” jelas Chamim. “Apalagi ini tadi bentuk contrengannya seragam, seperti dilakukan satu orang,” tambahnya.
Chamim rupanya tak sendirian memprotes tindakan KPPS yang dianggap tidak memegang amanah benar pada Pileg itu. Tindakan sama juga dilakukan Sekretaris PPP Sidoarjo Sya'roni Arief, dan Ketua PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia) Sidoarjo Hidar Assegaf. Mereka mendesak agar Panwaslu menghentikan proses penghitungan suara di Kantor Kecamatan Sidoarjo Kota.
“Setelah itu tangkap oknum yang melakukan kecurangan. Sebab ini adalah perampokan suara besar-besaran oleh Demokrat, kecurangan yang sistematis,” tegas Sya'roni. “Kalau perlu digelar pemungutan suara ulang,” tambahnya.
Sebelum melapor ke Panwaslu, Chamim dan sejumlah rekannya sempat membuat kericuhan di Kantor Kecamatan Sidoarjo Kota. Begitu menemukan kotak suara yang tidak digembok atau gemboknya tidak disegel, kotak itu mereka ambil lalu mendesak panitia menghentikan proses penghitungan.
Aksi Chamim dan rekan-rekannya itu baru berakhir setelah aparat Polsekta Sidoarjo mendatangi TKP (Tempat Kejadian Perkara) dan melakukan pengamanan. Chamim dan teman-temannya kemudian, bergerak ke Kantor Sekretariat KPU Sidoarjo. Namun mereka tak berhasil menemui pejabat-pejabatnya.
Dia juga melapor ke Panwaslu Sidoarjo. “Ya, laporan mereka kami terima dulu. Tapi untuk menentukan itu pelanggaran atau bukan harus dirapatplenokan dengan anggota Panwaslu yang lain,” ujar Fitroti Echa, anggota Panwaslu Sidoarjo. k5

11 April, 2009

Caleg Tiga Parpol Besar di Sidoarjo Saling Gugat

Sabtu, 11 April 2009 | 15:12 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Aris Prasetyo
SIDOARJO, KOMPAS.com — Calon anggota legislatif DPRD Sidoarjo dari tiga partai politik besar, yaitu Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, digugat ke Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Sidoarjo. Pihak yang menggugat adalah calon anggota legislatif lainnya dalam partai yang sama.
Menurut Mohammad Subhan, anggota Panwas Kabupaten Sidoarjo, seorang caleg melaporkan caleg lainnya pada partai yang sama atas dugaan praktik politik uang. Caleg yang melaporkan dan yang terlapor berada dalam satu daerah pemilihan yang sama pula. Diduga, aksi saling gugat tersebut sebagai upaya persaingan memperoleh suara terbanyak.
"Hari ini kami menerima tiga laporan caleg dari Partai Demokrat, PAN, dan PDI-P. Seluruh gugatan dan laporan yang disampaikan ke Panwas adalah adanya dugaan praktik politik uang oleh caleg lain. Namun, pelapor tidak menyertakan saksi dan barang bukti sehingga kami sulit untuk mengusutnya," ucap Subhan, Sabtu (11/4) di Sidoarjo.
Dari catatan Panwas, caleg Partai Demokrat nomor urut 3 di daerah pemilihan (dapil) Sidoarjo V melaporkan Aris Firmansyah, caleg Partai Demokrat nomor urut 4 pada dapil yang sama. Untuk PAN, caleg nomor urut 7 dapil Sidoarjo VI, Pancanto Kuat Prabowo, melaporkan Khulaim Junaidi, caleg PAN nomor urut 1 dapil Sidoarjo VI. Adapun Sumi Harsono, caleg PDI-P nomor urut 1 dapil Sidoarjo I, dilaporkan Wijono yang bernomor urut 2.
"Pendukung Wijono diberi uang oleh tim sukses Sumi dari Rp 10.000 hingga Rp 50.000. Akibatnya, raihan suara Wijono turun drastis sehingga kalah oleh Sumi," ucap Fauzi, anggota tim sukses Wijono saat melapor ke Panwas Sidoarjo.
Dari catatan Panwas Kabupaten Sidoarjo, sejauh ini telah ada 16 kasus dugaan politik uang yang dilaporkan ke Panwas. Panwas kesulitan memproses kasus tersebut karena, selain kurangnya bukti, kebanyakan saksi yang diajukan ke Panwas takut memberikan keterangan.

PPS TAK PAHAM, PULUHAN TPS LAKUKAN HITUNG ULANG


Ketua Panwaslu Sidoarjo Qomarud Zaman mengungkapkan, dua hari sebelum pelaksanaan pemilihan legislatif, dirinya telah mengumpulkan seluruh PPS di Sidoarjo. Tujuannya memberikan penyuluhan dan pemantapan tentang penghitungan suara selepas pemungutan suara. "Tapi, tetap masih ada yang tidak paham," katanya. Pada penghitungan hari pertama, kata Qomarud, banyak petugas pengawas lapangan (PPL) yang melaporkan kesalahan dalam penghitungan suara. Hal tersebut terjadi pada empat TPS di Desa Banjarwungu dan tujuh TPS di Desa Mlirip Rowo, keduanya di Kecamatan Tarik. "Ke-11 TPS itu melakukan penghitungan ulang Kamis sekitar pukul 15.30," terangnya. Hal serupa terjadi di tiga TPS di Desa Grinting, Kecamatan Tulangan. Menurut Qomarud, PPS di desa tersebut juga kurang paham tata cara penghitungan suara. "Terjadi juga di beberapa TPS di Desa Sedati," tambahnya.
Menurut dia, kesalahan PPS dalam penghitungan suara hampir sama. Yakni, menghitung dua contrengan pada satu surat suara. Qomarud menjelaskan, misalnya pemilih mencontreng nama caleg sekaligus partai. "Yang seharusnya dihitung satu suara, mereka hitung menjadi dua," katanya.
Dalam kasus lain, di TPS 1 Desa Jati, Kecamatan Kota, warga lumpur yang tinggal di Perumahan Kahuripan Nirwana Village (KNV) gagal memberikan hak suara. Pasalnya, 76 warga itu datang ke TPS dengan membawa undangan A5 bodong. Tak ada tanda tangan PPS, PPK, atau KPU.

(Sumber : Koran Jawa Pos "nuq/ib")

76 Surat Panggilan Bodong Disahkan Panwas Sidoarjo

Pihak Panitia Pengawas Pemilu Sidoarjo akhirnya menganggap sah 76 surat panggilan (form A5) pencontrengan tanpa tandatangan panitia pemungutan suara (bodong) yang terlanjur digunakan di TPS Desa Jati, Kecamatan Sidoarjo Kota.
�Setelah kami dan KPU Sidoarjo konsultasi ke Panwas Propinsi Jatim dan KPU Pusat, kami akhirnya memutuskan 76 surat panggilan itu sah untuk mencontreng. Dasarnya, setelah kita cek ternyata pemilik A5 itu betul-betul diperuntukkan kepada yang berhak,� kata Ketua Panwas Sidoarjo, Qomarud Zaman ditemui di kantornya, Jl Pahlawan Sidoarjo Kota, Jumat (10/4).
Padahal, sejak sehari sebelumnya, baik Panwas maupun KPU dibingungkan dengan persoalan tersebut. Panwas sendiri sempat akan mengeluarkan rekomendasi hitung ulang. �Tadinya kami akan merekomendasikan hitung ulang. Tapi, tidak ada dasar aturan untuk itu. Untunglah KPU Pusat segera memberikan rekomendasinya,� ungkap Qomar.
Sebanyak 76 surat panggilan bodong itu dimiliki korban lumpur yang tinggal di perumahan Kahuripan Nirvana Village. Lantaran tidak ada TPS di daerah itu, mereka menggunakannya untuk menyontreng di TPS Desa Jati sebelum surat tersebut divalidasi oleh KPU.
Sebanyak 76 form A5 itu bagian dari 351 suarat panggilan bodong yang ada pada hari kemarin. Namun, 275 surat panggilan sudah divalidasi oleh KPU dan dinyatakan sah untuk digunakan menyalurkan hak suara.
Sebelum pelaksanaan pemungutan suara, korban lupan lumpur yang tinggal di Desa Janti sudah resah. Mereka sudah melaporkan persolan ini hingga ketingkat kecamatan. Bahkan Sukowaluyo, salah seorang warga sempat kesal dan melakukan protes kesana kemari karena dipersulit. Namun, akhirnya ada penyelesaian. (yan) duta masyarakat

10 April, 2009

Ketua Dewan Bagi-Bagi Duit

SIDOARJO - Rasa syukur dan terima kasih Ketua DPRD Sidoarjo Arly Fauzi direalisasikan pada pesta rakyat kemarin. Masa jabatan yang kurang dari empat bulan membuat Arly turun tangan dalam pemilihan wakil rakyat pada periode selanjutnya.
Caranya, Arly memberikan uang kepada 3.182 pemilih di Desa Sumokali, Candi, selepas mencontreng kemarin (9/4).
Ketua PPS TPS 1 Suyono mengatakan, setiap pemilih mendapatkan Rp 10 ribu. Uang itu, kata Suyono, dimasukkan amplop putih dan diberikan setelah pemilih mencelupkan jarinya ke tinta sebagai bukti telah menggunakan hak suaranya.
Menurut Suyono, tidak hanya TPS 1 yang diberkahi hadiah hibah. Ada enam TPS lain yang juga mendapatkan perlakuan serupa. Yakni, mendapatkan bonus Rp 10 ribu. ''Semua tujuh TPS yang mendapatkan hadiah itu,'' terangnya.
Sementara itu, salah seorang warga yang tida ingin disebutkan namanya mengatakan, sebelumnya Arly pernah mengumpulkan puluhan warga dan meminta memilih salah seorang caleg PKB. ''Lebih dari sekali kami dikumpulkan untuk memilih caleg yang tinggalnya di desa kami,'' tuturnya.
Anggota Koordinator Bidang Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Mohammad Subhan mengatakan, sebelumnya Arly memang meminta izin kepada Panwaslu Sidoarjo. Isinya, antara lain, memohon izin untuk turut melancarkan jalannya pemilihan legislatif (pileg).
Dia mengatakan, setelah surat tersebut diterima, Panwaslu Sidoarjo memberikan izin resmi kepada Arly untuk membagikan dana hibah itu kepada pemilih di daerah tempat tinggalnya. ''Sementara kami tidak mencium money politics pada masalah ini karena pihak terkait meminta izin untuk membantu panwas,'' terangnya.
Arly menjelaskan, bagi-bagi uang di TPS itu dalam rangka menekan angka golput dan mengurangi pengaruh money politics, khususnya di Desa Sumokali. Untuk itu, dia rela mengeluarkan bantuan Rp 35 juta secara tunai kepada kepala desa Sumokali.(nuq/ib)

09 April, 2009

Usut Serangan Fajar

Kamis, 9 April 2009 | 12:42 WIB
SIDOARJO –Aksi money politics menjelang contrengan, atau biasa disebut serangan fajar mewarnai Sidoarjo dan Mojokerto. Tindakan yang menodai pesta demokrasi memilik wakil rakyat ini telah diusut Panwas masing-masing daerah setempat.
Kasus politik uang di Sidoarjo, justru dibongkar Panwaslu Sidoarjo sendiri. Ketua Panwaslu Sidoarjo Qomarud Zaman mengatakan, mengantisipasi praktik politik uang dan serangan fajar Panwaslu Sidoarjo melakukan operasi mulai Rabu (8/4) malam hingga berakhir pada Kamis (9/4) pagi tadi, pukul 06.00.
Dan pengawasan lapangan itu, pihaknya telah menemukan 3 kasus dugaan kuat money politics. Dari tiga kasus itu, di antaranya dilakukan Isa Hasanuddin, caleg PKB untuk DPRD Sidoarjo, dari dapil Sidoarjo-Candi. “Kami menangkap basah saat operasi pada malam hari H-1 Contrengan. Tapi yang tertangkap membagi-bagikan uang bukan Pak Isa sendiri, tapi salah satu ketua RT di Desa Sumokali, Candi,” ungkap Qomar, Kamis (9/4) pagi tadi.
Lebih lanjut, Qomar belum bersedia mengungkapkan nama ketua RT yang diduga merupakan salah satu tim sukses Isa Hasanuddin. Namun dia mengatakan ketua RT itu telah membagi-bagikan uang ke seluruh warganya senilai Rp 15 ribu per kepala.
“Laporan kami terima, pemberian uang itu disertai dengan ajakan memilih caleg Isa Hasanuddin. Tapi masih harus kami crosscheck dengan saksi-saksinya lebih dulu,” tutur Qomar.
Dua kasus kasus lainnya melibatkan Emir Firdaus, caleg nomor 2 dari PAN untuk DPRD Sidoarjo dari dapil Sidoarjo-Candi. Emir yang masih teratat sebagai anggota DPRD Sidoarjo periode 2004-2009 itu dilaporkan petugas PPL (Pengawas Pemilu Lapangan) di Desa Tenggulunan, Kec. Candi, telah membagi-bagikan uang Rp 10 ribu per kepala disertai ajakan untuk memilih dirinya dan Sunartoyo, caleg PAN untuk DPR RI dari dapil Surabaya-Sidoarjo.
Untuk kasus itu, Panwaslu Sidoarjo telah mendapatkan barang bukti berupa uang Rp 20 ribu dan alat peraga untuk mencoblos yang memuat nama Emir dan Sunartoyo. “Kasus juga sedang dalam proses,” tegas Qomar.
Kasus satunya lagi, tambah Qomar juga diduga melibatkan caleg dari PAN. “Yang satu ini, kami terima laporannya dari Krian. Yang diduga terlibat adalah caleg PAN bernama Yasluk,” beber Qomar tanpa menyebut rinci bagaimana kasusnya.
Sementara itu, Panwaslu Kota Mojokerto juga menerima laporan masyarakat di kawasan Kedundung Kec. Magersari, atas dugaan pemberian amplop berisi uang Rp 30 ribu yang ditengarai dilakukan tim sukses seorang caleg PPP berinisial R.
Untuk memperkuat unsur kategori money politics, Panwaslu tengah mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak. “Untuk menyimpulkan, kita akan memplenokan hasil temuan dan pemeriksaan para saksi,” kata I Dewa Gede Paramartha, Ketua Panwaslu Kota Mojokerto.
Saat ini, lanjut dia, pihaknya masih mengumpulkan keterangan dari para saksi. Baik saksi pelapor, maupun saksi yang diduga terlibat langsung dalam pemberian amplop berisi uang tersebut. Selain itu Panwaslu juga masih punya waktu empat hari menuntaskan masalah ini.“Semua laporan warga akan kami terima dan kami tindak lanjuti,” katanya. Surabaya post/k5,bas

Caleg Nakal Belum Ditindak

SIDOARJO - Masa tenang bukan berarti berhenti kampanye. Ada saja partai yang berkampanye di luar jadwal. Sejak Senin lalu (6/4), Panwaslu Sidoarjo menemukan tiga caleg melakukan kampanye gelap. Antara lain, caleg dari Gerindra, PKS, dan PAN.
Anggota Koordinator Bidang Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Mohammad Subhan mengungkapkan, pelanggaran pertama dilakukan Gerindra Senin siang lalu. Panwascam Wonoayu memergoki pengumpulan warga di rumah Usman Ikhsan, Desa Pilang.
Menurut laporan panwascam, kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Partai Gerindra. Subhan menjelaskan, walaupun pihak terkait mengaku cuma syukuran, panwas memiliki bukti berupa undangan kegiatan. "Ajakan doa bersama untuk Gerindra," ujarnya.
Laporan lain yang diterima Panwaslu, ada pembagian selebaran dan undangan untuk memilih caleg dari PKS. Kegiatan itu terjadi Selasa lalu pukul 06.00. Puluhan selebaran dititipkan kepada ketua RT 5 RW 3 Desa Kedungrawan, Kecamatan Krembung. "Yang kami temukan masih di satu RT, belum RT lain," terangnya.
Panwascam Candi juga melaporkan pelanggaran kampanye di luar jadwal oleh caleg PAN Emir Firdaus di Kecamatan Candi. Selasa malam lalu, panwascam menemui Panwaslu Sidoarjo bersama saksi. "Masih kami proses," ujarnya.(nuq/ib)

08 April, 2009

Panwas Selidiki Dugaan "Money Politic" Caleg PAN


Panwas Selidiki Dugaan "Money Politic" Caleg PAN

Rabu, 8 April 2009 | 17:34 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Aris Prasetyo
SIDOARJO, KOMPAS.com — Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menyelidiki dugaan praktik money politic calon anggota legislatif DPR dan DPRD Sidoarjo dari Partai Amanat Nasional.

Beberapa warga di Desa Tenggulunan, Kecamatan Candi, Sidoarjo, memperoleh uang Rp 20.000 dengan ajakan memilih Sunartoyo dan Emir Firdaus. Masing-masing adalah caleg DPR daerah pemilihan Jawa Timur I dan caleg DPRD Sidoarjo daerah pemilihan Sidoarjo I.
Dari barang bukti yang diamankan Panwas Kabupaten Sidoarjo, terdapat selebaran bertuliskan nama Sunartoyo (bernomor urut satu) dan Emir Firdaus (bernomor urut dua). Setiap nomor pada masing-masing nama tersebut terdapat tanda contreng berwarna merah. Pada bagian tengah selebaran tertulis kalimat contreng atau coblos nama caleg.
Menurut Ketua Panwas Kabupaten Sidoarjo Qomarud Zaman, pembagian itu terjadi pada Selasa (7/4) sekitar pukul 06.00. Ada dua warga Desa Tenggulun yang menerima selebaran berisi ajakan mencontreng nama caleg tersebut beserta uang Rp 20.000 berupa pecahan Rp 5.000 sebanyak empat lembar. Pembagian tersebut dilakukan oleh anggota tim sukses Emir.
"Kami masih mendalami perkara dugaan money politic ini. Beberapa saksi akan kami panggil untuk dimintai keterangan. Kami juga akan mengundang jaksa dan polisi untuk gelar perkara," jelas Zaman, Rabu (8/4) di Sidoarjo.
Secara terpisah, Emir membantah telah melakukan praktik money politic seperti yang terjadi di Desa Tenggulunan itu. Menurut anggota Komisi C DPRD Sidoarjo tersebut, di tengah meningkatnya suhu politik menjelang pemilu, adalah hal biasa bila terjadi laporan palsu untuk menyudutkan pihak-pihak tertentu. Ia menilai bila peristiwa di Desa Tenggulunan itu adalah sebuah bentuk kampanye hitam terhadap dirinya.
"Saling menjelek-jelekkan adalah hal biasa menjelang pemilu. Itu adalah sebuah upaya kampanye hitam kepada saya," ucap Emir.

07 April, 2009

Turunkan Baliho Permanen

SIDOARJO - Baliho permanen yang dipasang di papan reklame akan ditertibkan Panwaslu Sidoarjo. Penertiban yang dilakukan hari itu (7/4) akan melibatkan Satpol PP serta Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP).
Ketua Panwaslu Sidoarjo Qomarud Zaman mengungkapkan, pihaknya akan menertibkan semua baliho dan atribut lain yang dipasang di sepanjang jalan protokol. ''Akan kami bersihkan sebelum H-1 (pencontrengan, Red)," katanya.
Untuk baliho kampanye, lanjut Qomarud, panwaslu akan dibantu dengan alat berat milik DKP. Menurut dia, menurunkan baliho di papan reklame tidak perlu izin kepada perusahaan jasa pemasangan reklame. ''Seharusnya mereka sudah paham aturan pemilu," tegasnya.
Qomarud menjelaskan, dirinya tidak lagi menoleransi atribut yang dipasang di papan reklame. Walaupun pemasang atribut memiliki perjanjian khusus dengan perusahaan reklame, panwas berhak menurunkan paksa. ''Kan sudah ada aturannya, tidak boleh dipasang atribut. Kalau tetap memasang, sanksi berat akan dikenakan terhadap partai atau calegnya," ujarnya. (nuq/ib)

06 April, 2009

Ratih Sang Terancam Penjara


Anakku, Bila ibu boleh memilih Apakah ibu berbadan langsing atau berbadan besar karena mengandungmu, maka ibu memilih mengandungmu nak… Karena dalam mengandungmu ibu merasakan keajaiban dan kebesaran Allah…
Itu adalah deretan kalimat dalam bait pertama puisi berjudul “Bila Ibu Boleh Memilih” karya Ratih Sanggarwaty. Peragawati era 90-an yang akrab disapa Ratih Sang itu, berduet dengan si Clurit Emas D. Zawawi Imron, membacakan puisi itu di depan puluhan orang.
Acara ini resmi dinyatakan sebagai peluncuran buku “24 Cerita Hikmah Ratih Sang, Oh Indonesia Rayaku”, di Restoran Tropis Sun City, Sidoarjo Senin (6/4).
Tapi menjadi masalah ketika Panwaslu melihatnya sebagai kampanye seorang caleg pada masa tenang. Ratih, anak perempuan Bagus Giyanto alias Giyanto Jangkung, mantan penulis cerita bersambung di Surabaya Post itu, memang tengah menjadi caleg nomor 1 PPP untuk DPR RI dari Dapil I Jatim, Surabaya-Sidoarjo. Posisinya ini tidak bisa ditutupi oleh masa lalunya sebagai peragawati atau penulis buku yang sedang membacakan puisi.
Buku yang diluncurkannya adalah karyanya yang ke-13, puisi yang bercerita tantang cinta tulus seorang ibu kepada anaknya. Buku itu berisi tentang pengalaman batin Ratih, hasil dari renungan-renungannya ketika sedang berdialog dengan tiga bidadari cilik, buah cintanya dengan Budi Zen sang suami; atau berdialog dengan dua pegawainya Fathi dan Dini; atau kolega-koleganya yang saat dia mengisi acara di dalam maupun luar negeri; atau berdialog dengan dirinya sendiri ketika sedang bertafakur di depan ka’bah.
“Ya, semoga saat berhasil duduk di kursi legislatif nanti, adinda Ratih bisa meluruskan apa yang bengkok di sana,” demikian doa D. Zawawi Imron, budayawan Madura yang diundang sebagai salah satu pembicara dalam bedah buku Ratih, di acara launching buku tersebut.
Dalam acara launching buku yang dia gelar bertepatan dengan hari pertama masa tenang itu, panitia membagi-bagikan tabloid Charming, Free Letter. Di dalamnya terdapat iklan berukuran seperempat halaman yang memuat ajakan untuk memilih Ratih dalam Pemilu Legislatif 2009 nanti.
Tak ayal Panwaslu Kabupaten Sidoarjo pun meniup sempritannya. “Jelas ini kampanye. Pelanggaran, karena dilakukan pada masa tenang,” tegas Ketua Panwaslu Sidoarjo Qomarud Zaman.
Qomar, panggilan akrab Ketua Panwaslu Sidoarjo menyatakan, pelanggaran itu adalah hasil temuan panwaslu. Menurutnya Ratih telah melanggar pasal 32 juncto pasal 269 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008. “Ancaman hukumannya minimal 3 bulan penjara dan denda Rp 3 juta, maksimal 12 bulan penjara dan denda Rp 12 juta,” tandasnya.
“Sekarang, kami sedang memproses pelanggaran itu agas bisa sampai ke pengadilan,” lanjut Qomar.
Ratih sendiri mati-matian membantah bahwa acaranya itu bukanlah kampanye melainkan benar-benar launching buku. “Kebetulan saja harinya bersamaan dengan masa tenang. Tapi sebenarnya ya, karena tempat acara baru bisa dipakai hari ini (6/4),” tuturnya.
Lalu, soal iklan itu?
“Kata panitia, itu nggak apa-apa. Wong saya ya memang nggak niat kampanye, toh sekarang ini saya tinggal panen dari kampanye sebelumnya,” sergah Ratih. “Wah, mosok begitu saja disemprit se,” katanya dengan nada gusar. sat

Atribut Parpol di Sidoarjo masih Marak


Penulis : Heri Susetyo
SIDOARJO--MI: Memasuki hari pertama masa tenang pemilu legislatif, atribut parpol dan caleg di sejumlah jalan protokol di Kabupaten Sidoarjo masih marak, Senin (6/4). Padahal seharusnya atribut parpol dan caleg sudah dibersihkan sejak Minggu malam (5/4).
Atribut parpol baik berupa bendera dan baliho berbagai ukuran bisa terlihat di jalan-jalan tengah kota kawasan strategis Sidoarjo. Hampir atribut semua parpol masih banyak yang terpasang, bahkan di pintu masuk jalan tol Kota Sidoarjo, poster raksasa Partai Demokrat dengan background Presiden SBY juga belum dibongkar.
Demikian pula baliho besar Partai PKB dengan gambar Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar di Jalan Raya Janti Sidoarjo juga masih tegak berdiri. Padahal, seharusnya ada kesadaran dari para pengurus parpol untuk membersihkan sendiri atribut-atribut parpolnya memasuki masa tenang pemilu legislatif ini. Sementara pihak Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Sidoarjo juga belum bertindak sama sekali berbeda dengan panwaslu kota lain di Jawa Timur.
Ketika dikonfirmasi, pihak Panwaslu Sidoarjo mengaku belum bisa melakukan penertiban pada Minggu malam. Alasannya mereka kesulitan koordinasi dengan pihak Satuan Polisi Pamong Praja Pemkab Sidoarjo karena sedang hari libur kerja.
“Penertiban rencananya baru bisa dilakukan hari Senin ini dan aturannya memang semua atribut sudah bersih batas waktunya paling lambat pada H-1 menjelang pemilu legislatif,” kata Ketua Panwaslu Sidoarjo Qomarrud Zaman. (HS/OL-02)

PANWAS & KPU IMBAU PARTAI LEPAS ATRIBUT KAMPANYE


Menurut Sekretaris Panwaslu M. Subchan, pihaknya telah mengimbau kontestan yang bersangkutan. Imbauan itu disampaikan melalui panitia pengawas kecamatan (panwascam). "Kami sudah meminta mereka berinisiatif melepas posternya," katanya. Panwas memberi toleransi waktu satu hari. Jika tidak dilepas sendiri, alat-alat kampanye itu akan dilepas oleh panwas. Penertiban panwas sendiri dilakukan secara serempak besok. Pihak yang dilibatkan semua anggota panwas di tingkat kabupaten maupun kecamatan. "Kami bersama-sama akan melepas dan menyita poster tersebut," jelasnya. Sementara itu, di beberapa tempat, sudah terlihat inisiatif pelepasan poster. Seperti di Jl Raya Buduran, beberapa poster mulai dilepas. Namun, banyak pula poster yang masih terpampang jelas di baliho dan perkampungan. Secara terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sidoarjo Bima Ariesdiyanto mengatakan, persoalan poster adalah masalah klasik menjelang pemilu. Dia meminta masing-masing partai melepas atribut mereka.
Menurut Bima, di hari tenang hingga pelaksanaan pemilu, tidak diperbolehkan ada atribut partai ataupun caleg. Terutama di sekitar tempat pemungutan suara. Dia memisalkan gambar poster atau kaus gambar caleg yang dikenakan saat pemilihan berlangsung. "Itu tidak diperbolehkan. Jadi, masing-masing partai dan caleg hendaknya mewujudkan sikap yang tertib terhadap aturan." (Sumber : Koran Jawa Pos "riq/nuq/ib")

Panwas Sidoarjo Selidiki Dugaan Kampanye Terselubung Ratih

SIDOARJO, KOMPAS.com - Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menyelidiki dugaan kampanye terselubung yang dilakukan Ratih Sanggarwati, calon anggota DPR RI untuk daerah pemilihan Jawa Timur I Surabaya-Sidoarjo. Ratih diketahui membagi-bagikan buku dan tabloid yang di dalamnya terdapat gambar dan nomor urut Ratih sebagai ca lon anggota legislatif dari Partai Persatuan Pembangunan.
Ketua Panwas Kabupaten Sidoarjo Qomarud Zaman mengatakan, pembagian buku dan tabloid itu terjadi pada Senin (6/4) di Rumah Makan Tropis di Jalan Pahlawan, Sidoarjo, pada pukul 10.00. Acara itu dihadiri Ratih yang meluncurkan buku berjudul Oh Indonesia Rayaku dan tabloid Charming yang terdapat foto Ratih pada sampul depan. Pada halaman enam tabloid tersebut, terdapat foto, nama, dan nomor urut Ratih sebagai caleg dari PPP.
Sekarang kan masa tenang kampanye. Pembagian tabloid berisi nomor urut dan nama caleg tersebut dapat diduga sebagai kampanye terselubung. "Kami akan menjerat dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, pasal 82 juncto pasal 269," ucap Zaman.
Zaman menambahkan, pihakn ya masih mengumpulkan saksi yang mengetahui peristiwa tersebut. Beberapa saksi pada acara yang diikuti sekitar 100 orang itu adalah anggota Panwas Kecamatan Sidoarjo. Panwas Sidoarjo juga berencana akan memanggil Ratih untuk dimintai keterangan terkait peristiwa tersebut.
"Setelah seluruh saksi kami periksa beserta keterangan dari yang bersangkutan (Ratih), kami akan melimpahkan kasus ini ke Kepolisian Resor Sidoarjo untuk ditindak lanjuti," jelas Zaman.

24 March, 2009

Satu Laporan Pidana Pemilu Dihargai Rp 5 Juta

March 24, 2009 by pemiluindonesia.com
Sayembara Kasus Pidana Pemilu
Ketua DPRD Sidoarjo, Jawa Timur, Arly Fauzi, mengadakan sayembara untuk kasus pidana pemilu di Sidoarjo. Arly, atas nama pribadi, akan memberikan hadiah uang Rp 5 juta bagi pelapor adanya dugaan tindak pidana pemilu dan menambah lagi Rp 10 juta bila kasus tersebut dapat dibuktikan di pengadilan.
“Uang ini murni milik saya pribadi. Hadiah tersebut akan saya berikan bagi lima pelapor pertama terhitung sejak Kamis (26/3) pekan ini. Pelanggaran tersebut khusus untuk yang terjadi di daerah pemilihan I dan II di Kabupaten Sidoarjo,” jelas Arly, Selasa (24/3) di Gedung DPRD Sidoarjo.
Daerah Pemilihan (Dapil) I di Sidoarjo meliputi Kecamatan Sidoarjo dan Candi. Adapun dapil II meliputi Kecamatan Krembung, Porong, Tanggulangin, dan Jabon. Arly beralasan, dua dapil itu dipilih karena dapil I merupakan Dapil di mana dirinya terpilih sebagai anggota legislatif DPRD Sidoarjo 2004-2009. Adapun Kecamatan Porong, yang masuk dalam Dapil II merupakan domilisi Ketua DPRD Sidoarjo tersebut.
Alasan mengadakan sayembara itu, imbuh Arly, adalah semata-mata untuk menjaga agar kualitas pemilu di Sidoarjo tidak tercoreng oleh segala bentuk pidana pemilu, seperti politik uang atau kampanye hitam. Ia juga mengkhawatirkan bila terjadi politik uang atau kampanye hitam dapat menimbulkan gangguan keamanan di masyarakat.
“Sayembara ini bukan untuk sensasi atau kampanye dan saya tidak sedang mencari popularitas. Ini murni semata-mata partisipasi saya sebagai anggota masyarakat untuk menyukseskan pemilu di Sidoarjo. Melalui sayembara ini saya mengajak masyarakat di Sidoarjo untuk turut serta menyukseskan pemilu,” jelas Arly.
Menanggapi sayembara tersebut, Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Sidoarjo Qomarud Zaman mengaku merasa terbantu. Melalui sayembara itu masyarakat akan terangsang melaporkan dugaan adanya tindak pidana pemilu, khususnya di Sidoarjo. Hal itu justru memperingan kerja Panwas Kabupaten Sidoarjo.
“Untuk hadiah uangnya, itu urusan internal beliau (Arly) dan Panwas tidak mau ikut campur. Namun, adanya sayembara ini akan sangat membantu kami,” ucap Zaman.
Di Sidoarjo telah terjadi dua kasus dugaan pidana pemilu yang melibatkan Machmudatul Fatchiyah dan Abdul Ghofar. Masing-masing adalah calon anggota legislatif DPRD Sidoarjo dari PKB dan PPP. Pengadilan Negeri Sidoarjo memutus bebas Machmudatul yang didakwa melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Adapun kasus Ghofar tidak diteruskan karena saksi yang diajukan Panwas enggan memberikan keterangan.

23 March, 2009

Panwas Tak Kuasa Cegah Pelanggaran


Senin, 23 Maret 2009 | 20:17 WIB
SIDOARJO, KOMPAS.com- Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, tak kuasa mencegah pelanggaran kampanye yang melibatkan anak-anak. Pada kampanye Partai Kebangkitan Bangsa, Senin (23/3), di lapangan Desa Kramat Jegu, Kecamatan Taman, Sidoarjo, terdapat belasan anak-anak tampak mengikuti kampanye.
Pada kampanye tersebut, belasan anak-anak yang diperkirakan berusia di bawah 10 tahun, ikut sebagai peserta kampanye yang diselenggarkaan PKB. Anak-anak itu tampak memakai atribut partai, seperti bendera dan kaus berlambang PKB. Beberapa di antaranya digendong di pundak oleh ayah mereka.
Menanggapi pelanggaran tersebut, anggota Panwas Kabupaten Sidoarjo Fitroti Echa mengatakan, pihaknya kesulitan untuk mencegah pelanggaran kampanye yang melibatkan anak-anak itu. Menurutnya, Panwas menghadapi sebuah dilema bila melarang anak-anak ikut sebagai perserta kampanye.
Anak-anak itu kan ikut kampanye bersama orang tua mereka. Tidak mungkin rasanya melarang mereka terlibat sehingga harus ditinggal di rumah sendirian sementara orang tua mereka menghadiri kampanye, ucap Echa.
Ketua Panwas Kecamatan Taman Joko Teko Asih berpendapat berbeda. Meski sulit untuk mencegah keterlibatan anak-anak dalam kampanye, pihaknya tetap akan menganggap itu sebagai sebuah pelanggaran. Pihaknya tetap akan mencatat dan melaporkan ke KPU atas setiap pelanggaran yang terjadi.

19 March, 2009

Melihat Sidang Money Politics di PN Sidoarjo


Panwas Khawatir Caleg Lain Lebih Berani Langgar UUPutusan bebas bagi terdakwa kasus money politics, yang juga caleg PKB Sidoarjo, Mahmudatul Fatqiyah, membuat Panwaslu berang. Panwas khawatir caleg lain akan lebih berani melanggar aturan Pemilu.
ANGGOTA Panwaslu Sidoarjo, M. Subchan, tampak geleng-geleng kepala saat tahu hakim PN Sidoarjo akhirnya memvonis bebas Mahmuda. Anggota Panwas Bidang Pengawasan ini merasa kerja Panwas tidak ada gunannya lagi dalam menegakkan aturan Pemilu.
Padahal, pihaknya sudah menyerahkan sejumlah bukti dan saksi terkait kasus pelanggaran UU Pemilu tersebut. Bukti-bukti itu termasuk sejumlah foto kejadian yang dilakukan terdakwa yang melakukan pelanggaran UU Pemilu tersebut.
�Saya benar-benar heran dengan kondisi ini. Lalu apa gunanya Panwas kalau tidak bisa menjadi alat kontrol dan pengawasan terhadap proses pemilu,� kata Subchan kepada wartawan, kemarin.
Dan Panwaslu tidak bekerja sendirian sebab kasus ini juga sudah dilaporkan ke pihak kepolisian. Tentu saja pihak kepolisian melakukan proses penyidikan dengan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan bukti setelah menetapkan Mahmuda sebagai tersangka.
�Polisi pun sudah bersusah payah melengkapi bukti hingga berkas perkaranya P-21 (sempurna) sesuai permintaan jaksa. Setelah P-21 berkas kasus ini dilimpahkan ke pengadilan. Kami yakin terdakwa bisa dijerat dengan pasal UU Pemilu, tapi ternyata upaya itu mentok di pengadilan, ada apa ini? Lalu untuk apa ada lembaga Panwas,� katanya, lagi-lagi dengan nada heran.
Kasus Sidoarjo, kata dia, dipastikan menjadi contoh buruk bagi proses hukum kasus-kasus Pemilu lain. Artinya, kasus ini akan menjadi yurisprudensi bagi kasus-kasus lain yang dipastikan akan banyak terjadi pada Pemilu 2009 ini. Untuk itu para caleg akan semakin berani melakukan pelanggaran terhadap UU Pemilu. Mereka bisa seenaknya menabrak aturan hukum sebab sudah ada contoh �penabrak� yang ternyata lolos dari jerat hukum. �Caleg lain pasti akan lebih berani lagi melanggar UU. Lalu apa gunanya UU kalau dengan seenaknya dilanggar,� katanya.

Efek Jera
Sementara itu, anggota Panwaslu Jatim, Abdullah Bufteim, menanggapi vonis bebas Mahmuda dengan bijak. Dia mengatakan, Panwas dalam hal ini tidak bisa mencampuri wilayah yudikatif.
�Itu berada di wilayah yudikatif yang mana kami tidak berhak untuk mencampuri. Ada mekanisme hukum yang harus dihormati,� ujarnya, kemarin.
Meski demikian, dia berharap agar semua pihak peduli dalam penegakan demokrasi.
�Artinya, ketika ada yang terbukti bersalah, ya harus diberi sanksi sesuai dengan aturannya. Sehingga ada efek jera,� katanya.
Dia juga berharap agar masyarakat yang mengetahui praktik money politics segera melaporkan kepada Panwaslu. �Kami sendiri terus turun ke bawah guna memantau kampanye. Hanya saja mustahil bisa men-cover semua. Untuk itu, peran proaktif masyarakat sangat kami butuhkan,� katanya.
Namun lagi-lagi masalahnya apa gunakan lapor ke Panwas bila akhirnya kandas di pengadilan. �Kami minta Panwas yang panjang dong taringnya. Jadi bukan hanya gigi, tapi taring, jangan jadi macan ompong, biar disegani lembaga lain. Kalau begini ya tak ada gunanya lembaga Panwas. Saya tambah heran, kenapa juga jaksa tidak langsung banding bila ternyata dia kalah telak. Ada apa ini?� kata Sukardi pengunjung sidang di PN Sidoarjo. (dar/aya)

18 March, 2009

Bagikan Beras, Caleg di Sidoarjo Divonis Bebas


SIDOARJO - Mahmudatul Fatchiyah alias Mahmudah, caleg PKB untuk DPRD Sidoarjo, menangis ketika hakim memvonisnya bebas di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Rabu(18/3/2009).
Sebelumnya dia dituntut hukuman 7 bulan penjara. Pasalnya, terdakwa diduga sudah melakukan tindak pidana pemilu karena sudah membagikan beras kepada konstituennya.
"Saya bersyukur karena bebas, itu menunjukkan kalau kita tidak bersalah. Saya tidak membagikan beras untuk kampanye, walaupun saya caleg PKB DPRD Sidoarjo," ujar Mahmudah yang juga korban lumpur asal Desa Renokenongo, Kecamatan Porong.
Sehari sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Made Endra SH dan Supriyadi SH menuntutnya 7 bulan penjara. Selain pidana badan, jaksa meminta kepada hakim agar terdakwa dikenai denda Rp6 juta subsider 3 bulan kurungan.
Tuntutan jaksa itu didasarkan pada Pasal 274 junto 87 Undang-undang Nomor 10 tahun 2008 tentang pemilu legislatif. Adapun pertimbangan yang memberatkan terdakwa tidak mendukung pelaksanaan pemilu yang bersih, jujur, dan adil.
Sidang pembacaan vonis itu dipimpin majelis hakim Ny Sri Wahyuni SH. Sedangkan terdakwa Mahmudah sendiri,didampingi 2 kuasa hukumnya, Syaroni Achmad SH dan Purnawirawan SH.
Usai sidang, Syaroni mengatakan tuntutan jaksa tidak benar adanya. Pasalnya, dalam persidangan tidak ditemukan unsur pelanggaran yang dilakukan oleh terdakwa.
"Saksi-saksi yang ada telah memberikan keterangan palsu. Kesaksian yang diutarakan berdasarkan kesimpulan pribadi dan bukan berdasarkan kesaksian pada kejadian yang sesungguhnya," ujarnya.
Hal itu, lanjut Syaroni diperkuat dengan keterangan saksi meringankan lainnya, mantan Kepala Desa Lajuk Kecamatan Porong, Sugeng Prayitno.
Saksi ini menurut Syaroni mengakui bahwa dia yang membagikan beras sebanyak 2,5 kwintal di tempat terpisah, di luar forum pertemuan Mahmudah dan masyarakat, ketika kejadian itu berlangsung.
"Sudah wajar kalau hakim memvonis bebas klien kami," tandasnya.
Seperti diketahui, Mahmudah yang merupakan caleg nomer urut 5 Dapil Porong-Jabon-Krembung, ketika acara pengajian ibu-ibu PC Muslimat Porong, di salah satu musala di Desa Gempol Sampurno, Kecamatan Porong, Jumat (20/2). Mahmudah membagi-bagikan beras 2 kg ke ibu-ibu.
Kantong beras itu ada tulisan Mahmudadul Fatchiyah Caleg PKB DPRD Sidoarjo Dapil II, nomer urut 5 dan Muhaimin Iskandar caleg DPR RI dapil Surabaya-Sidoarjo. Kasus ini kemudian dilaporkan ke Panwas dan berlanjut ke pengadilan.

11 March, 2009

Panwas Turunkan Baliho Masal

SIDOARJO - Membangun Sidoarjo green and clean seharusnya didukung oleh calon legislatif (caleg). Panwas Kabupaten Sidoarjo bekerja sama dengan satpol PP kemarin (11/3) menurunkan ratusan baliho secara masal di sepanjang jalan protokol.
Ketua Panwaskab Sidoarjo Qomarud Zaman mengatakan, baliho yang diturunkan itu, antara lain, dipasang di batang pohon, lampu merah, dan tiang listrik. "Baliho yang mengganggu etika dan estetika juga kami turunkan," ujar Qomarud.
Operasi tersebut berlangsung di sepanjang jalan protokol Kecamatan Gedangan, Buduran, Sidoarjo, dan Candi. Menurut dia, penurunan tersebut akan berlangsung kontinu. "Untuk sementara, kami bersihkan di jalan protokol dulu," katanya.
Baliho yang dipasang di sepanjang jalan protokol, lanjut dia, melanggar perda reklame Sidoarjo. Isinya, antara lain, larangan untuk memasang alat peraga kampanye di sepanjang jalan protokol. "Juga mengganggu pandangan pengguna jalan," tambahnya.
Menurut Qomarud, aksi tersebut akan diteruskan oleh panwascam di 18 kecamatan. Jika diketahui ada pelanggaran, panwascam langsung bergerak menurunkan baliho. "Jika perlu, kami mengerahkan satpol PP juga," tegasnya. (JP/nuq/ib)
[ Kamis, 12 Maret 2009 ]

Bagikan Bawang Putih, Caleg PPP Dilaporkan Panwaslu

Panwaskab Sidoarjo kembali melaporkan caleg ke Polres Sidoarjo, Selasa (10/
3),pk 13.00 WIB. Atas nama H.Abdul Ghofur Fadil,warga Kemiri Indah C-2/21
RT 17 RW 01 Kec.Sidoarjo.
Karena caleg dapil 1 (Sidoarjo,Candi) nomor urut 1 itu, tertangkap basah
oleh tim buser partai keadilan dan persatuan Indonesia (PKPI), saat membagi
bagikan bawang putih dan selebaran berisi gambar dan tulisan yang mengajak
untuk mencoblos dirinya pada Pemilu Legislatif, 9 April 2009.
Divisi hubungan antar lembaga Panwaskab Sidoarjo, M.Subhan Ssos, ditemui di
kantornya jl Pahlawan Sidoarjo menerangkan lokasi kejadian di desa Kedungpeluk
Kec.Candi, 8 Maret 2009.
Tim Panwaskab Sidoarjo, saat melaporkan ke Polres Sidoarjo, kemarin, membawa
barang bukti 1 kantong bawang putih seberat 1 kg, 4 lembar selebaran dan 3
orang saksi dari tim buser PKPI.
Dua minggu sebelumnya, caleg DPRD Sidoarjo, asal PKB, Fatchiyatul Mahmudah,
Dapil 2 ( Porong, Jabon, Tanggulangin dan Krembung), juga dilaporkan ke
Polres Sidoarjo.
Karena Kades Renokenongo Kec.Porong itu, telah membagi bagikan beras kepada
warga yang kantongnya bergambar dirinya dan Muhaimin Iskandar.
Ketua Panwaskab Sidoarjo,Khomaruzaman, kemarin menyatakan belum mengetahui
kelanjutan proses hukum dari pihak kepolisian. (sumber : bhirawa/ali)

06 March, 2009

Kesepakatan Kampanye Damai Hanya di Atas Kertas

SIDOARJO - Kampanye damai telah disepakati 36 partai politik dalam pemilihan legislatif. Bahkan, mereka telah menandatangani kesepakatan bersama Bupati Sidoarjo Win Hendrarso. Tapi, momen tersebut seolah tak berarti di lapangan.
Banyak terjadi pelanggaran yang bisa memicu sengketa. Salah satunya, pemasangan baliho parpol di pohon atau di depan sekolah. Anggota Panwaslu Sidoarjo Divisi Tindak Lanjut dan Biro Hukum Fitroti Ecka menyatakan, hal tersebut melanggar dua ketentuan. Selain melanggar UU Pemilu Nomor 10/2008, hal itu melanggar aksi kampanye damai yang sudah ditandatangi. "Jadi, hanya di atas kertas saja," tuturnya.
Menurut Ecka, di antara kesepakatan tersebut, ada yang berisi tentang pelanggaran memasang baliho di tempat pendidikan, ibadah, dan instansi. "Selain itu, melanggar etika dan estetika," katanya.
Dia mengungkapkan, jika nanti satpol PP dikerahkan untuk menurunkan secara paksa baliho tersebut, panwaslu tidak perlu meminta izin pada yang bersangkutan. "Sebab, sebetulnya mereka tahu bahwa itu melanggar," paparnya. (nuq/ib)

24 February, 2009

BANYAK CALEG DI JATIM MELAKUKAN PELANGGARAN KAMPANYE

formatnews - Surabaya ....KETUA Umum PKB, Muhaimin Iskandar kena semprit oleh panwas pemilu karena dalam kunjungan kerjanya di Sidoarjo sempat membagi-bagikan sembako ke masyarakat. Muhaimin dalam pilihan legislatif bulan April nanti akan maju dari Dapil 1 wilayah Surabaya-Sidoarjo. Padahal kehadiran Muhaimin ke Sidoarjo hanya menghadiri pengajuan salah satu jamaah pengajian setempat.
Pembagian sembako yang bergambar Muhaimin tersebut dilakukan oleh salah satu caleg PKB, yaitu Mahmudatul Fathiyah. Caleg itu yang juga mantan Kades Renokenongo, disemprit panwas saat usai mengikuti pengajian di Desa Gempol Sampurno, Porong. Karena membagi-bagikan beras yang ada gambar dirinya dan Muhaimin Ketua DPP PKB dilengkapi barisan No. urut keduanya.
Saat ini laporan yang diterima panwas pemilu 2009 masih ada kaitannya dengan hal yang bersifat administrasi saja belum mengarah tindak pidana pemilu.
"Kami masih menunggu laporan panwas untuk dilakukan pendalaman. Namun, kalau hanya administrasi cukup panwas saja," ujar kapolres Sidoarjo, AKBP Maruli CC Simanjuntak.
Selain dilakukan oleh Muhaimin Iskandar dan Mahmudatul Fathiyah, panwas Pemilu Sidoarjo juga juga menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu calon DPD, yaitu H. Matajid. Calon untuk DPD ini menggelar spanduknya di beberapa tembok sekolah di Sidaorjo. Matajid melakukan hal ini dikarenakan sebelumnya duduk sebagai dewan penasehat PGRI Jatim.
Menurut ketua Panwas pemilu Sidoarjo, Qomarud Zaman mengatakan bahwa meski sebelumnya sebagai ketua dewan penasehat PGRI, namun pemasangan spanduk dan alat peraga pemilu di fasilitas sekolah sudah dimasukkan sebagai pelanggaran.
"Tempat pendidikan dan tempat ibadah tidak boleh digunakan sebagai sarana untuk berkampanye," katanya saat dihubungi ponselnya Selasa (24/2).
Qomarud Zaman mengaku sudah meminta kepada panwascam untuk segera melakukan tindakan terkait temuan pelanggaran ini. Disinggung soal sanksi yang akan dijatuhkan, Qomarud berdalih pihak panwascam yang mempunyai kewenangan dalam temuan ini.
"Pasti pihak panwascam sudah tahu mekanisme yang akan dilakukan atas pelanggaran ini," tandasnya.

PANWAS SIDOARJO INCAR DUA BALIHO CALEG

Panitia Pengawas Pemilu (Panwas) Kabupaten Sidoarjo, Jatim, mengincar dua baliho politik milik dua calon legislatif (caleg) yang dipasang di depan kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Sidoarjo, karena dinilai telah melanggar aturan.
Sidoarjo, 24/2 (Lifestyle.Roll) - Panitia Pengawas Pemilu (Panwas) Kabupaten Sidoarjo, Jatim, mengincar dua baliho politik milik dua calon legislatif (caleg) yang dipasang di depan kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Sidoarjo, karena dinilai telah melanggar aturan.
Baliho atau alat peraga lainnya tidak boleh dipasang di lingkungan instansi pemerintah. Itu jelas melanggar, kata anggota Panwaslu Sidoarjo, Ny Fitroti Echa Rosfihani saat dikonfirmasi di Sidoarjo, Selasa.
Ia mengatakan, pelanggaran itu sesuai dengan Pasal 84 UU No 10 Tahun 2008, Pasal 6 Perda Np 6 Tahun 1992, dan Surat Edaran Bupati Nomer 503/3512/404.1/2008.
"Inti ketiga perundangan ini adalah pemasangan alat peraga harus mempertimbangkan estetika dan keindahan kota. Termasuk adanya larangan pemasangan baliho di lingkungan instansi pemerintah," katanya menjelaskan.
Sementara anggota panwas lainnya, M Subhan, menyesalkan masih adanya pemasangan alat peraga oleh para caleg di titik-titik terlarang.
"Masalahnya, selain hal itu sudah jelas diatur oleh ketentuan perundang-undangan, partai politik peserta pemilu 2009 beberapa waktu lalu telah mendeklarasikan pemilu damai," katanya.
Salah satu item dari deklarasi itu, antara lain menyebutkan pemasangan alat peraga oleh para caleg di tempat yang diperbolehkan.
"Itu juga tidak sesuai dengan kesepakatan pemilu damai yang dibuat mereka (parpol) beberapa saat lalu. Besok kita akan koordinasikan dengan satpol PP," katanya menegaskan.
Di tempat lain, pelanggaran para caleg dalam berkampanye atau kenalkan diri sebagai calon wakil rakyat juga terjadi. Salah satunya penempelan alat peraga kampanye di tembok SMP PGRI 4 Waru.
"Tempat pendidikan dan tempat ibadah tidak boleh digunakan sebagai sarana untuk berkampanye," kata ketua panwas Kabupaten Sidoarjo, Qomarud Zaman.

22 February, 2009

Panwas Temukan Praktik Politik Uang

Written by widodo
Minggu, 22 Pebruari 2009
Sidoarjo, TRIBUN- Panitia pengawas pemilu (Panwaslu) Kabupaten Sidoarjo, Jatim, menemukan dugaan praktik politik uang menjelang pelaksanaan pemilihan umum April 2009. "Kami telah mendapatkan laporan dari masyarakat yang mengatakan adanya praktik politik uang dalam bentuk bagi-bagi sembako di Porong," kata Ketua Panwaslu Kabupaten Sidoarjo, Qomarud Zaman saat dikonfirmasi di Sidoarjo, Jatim, Sabtu.
Ia mengatakan, warga yang melaporkan praktik politik uang itu juga membawa dua kilogram beras sebagai barang bukti. "Sembako yang dibagikan kepada warga Porong itu dikemas dalam bungkus khusus bertuliskan salah satu calon legislatif," katanya.
Dari keterangan pelapor, yang membagi-bagikan bungkusan sembako tersebut adalah dua orang laki-laki. "Padahal dalam bungkusan tertulis caleg perempuan. Oleh karena itu, kami akan menyelidiki lebih lanjut kasus itu," katanya.
Menurutnya, ada dugaan jika pembagian sembako tersebut dilakukan oleh tim sukses atau pendukung caleg tersebut.
"Kami akan melakukan pengusutan kasus itu. Jika dua orang lelaki itu benar-benar tim sukses caleg yang namanya tercantum dalam bungkus kemasan sembako tersebut , maka mereka bisa diproses hukum," tegasnya. (ant)

20 February, 2009

Cak Imin Dilaporkan


SIDOARJO –Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga caleg DPR RI daerah pemilihan I (Surabaya-Sidoarjo), Muhaimin Iskandar (Cak Imin) ikut dilaporkan Panitia Pengawasan (Panwas) Pemilu Sidoarjo, ke Polres Sidoarjo atas dugaan menyuapan konstituen alias money politic.
Cak Imin dilaporkan bersama Ny Mahmudatul Fatchiyah, caleg PKB untuk DPRD Sidoarjo dapil 2 meliputi Kec. Porong-Jabon-Krembung dan Tanggulangin. Selain itu ada tiga orang lagi yang disinyalir sebagai tim sukses kedua caleg itu ikut dilaporkan ke Polres Sidoarjo. Mereka adalah Ny Mumfathicha, Ny Lilik, dan Suyatno.
Ketua Panwaslu Sidoarjo Qomarud Zaman mengemukanterungkapnya kasus dugaan money politic ini hasil dari laporan warga Desa Kalisampurno, Kec. Tanggulangin. Yang mana, pada Jumat (20/2) sore sekitar pukul 16.30-17.00, tim sukses Cak Imin dan Fatchiyah menggelar acara pengajian di desa itu.
Dalam acara itu diwarnai pemberian paket beras 2 kg kepada masyarakat setempat. Pada kantong beras itu terdapat nama Muhaimin Iskandar dan Mahmudatul Fatchiyah yang didesain seperti surat suara. Nama keduanya terdapat tanda contreng.
Karena menunjukan cukup bukti, dan didukung keterangan saksi, sehingga pihak Panwaslu memutuskan melimpahkan berkas laporan warga atas dugaan money politic itu ke Polres Sidoarjo. “Kini semua terserah Polres Sidoarjo menindak lanjut. Segala berkas berikut barang bukti sudah kita limpahkan ke Polres,” ujar Ahmad Subkhan, anggota Panwas Sidoarjo.
Beberapa barang bukti yang dibawa ke polisi berupa 3 kantong beras, foto kegiatan dan bagi-bagi beras, serta keterangan sejumlah saksi. Panwaslu sendiri menyatakan semuanya mememuhi unsur tindak pidana pelanggaran pemilu.
Qomarud Zaman menambahkan unsur pidana menjanjikan sesuatu untuk memilih salah seorang caleg sesuai dengan Pasal 84 dan 87 UU No 10 Tahun 2008 tentang Penyeleggaraan Pemilu. Sedang sanksi atas pidana pasal itu, sesuai dengan pasal 274.
"Sesuai pasal 274 itu, ancaman pidana badan minimal 6 bulan maksimal 24 bulan penjara. Sedangkan dendanya paling sedikit Rp 4 juta dan paling banyak Rp 24 juta," terang Qomar.
Sementara itu, Ny Mahmudatul Fatchiyah membantah tuduhan money politics. Menurut perempuan mantan Kepala Desa Renokenongo Kec. Porong ini, kegiatan pengajian di Desa Kalisampurno Kec. Tanggulangin, adalah acara internal pengurus cabang Muslimat NU Sidoarjo. ”Pada acara itu saya diundang oleh Muslimat untuk mengenalkan diri terkait pencalegan saya. Sebab saya juga anggota Muslimat,” ujarnya.faz…..surabaya post
Selasa, 24 Februari 2009 | 13:18 WIB

18 February, 2009

Besok, 54 Panwascam Sidoarjo Dilantik

Heru Setyanto - kabarpemilu.com
SIDOARJO, JATIM – Setelah merekrut 54 anggota panitia pengawas pemilu tingkat kecamatan (panwascam) pada Januari lalu, pihak Panwaslu Sidoarjo akhirnya memutuskan untuk melantik mereka, Kamis (19/2) besok .
Menurut Ketua Panwaslu Sidoarjo, Qomarud Zaman, keputusan melantik Panwascam itu muncul setelah Panwaslu setempat mengikuti rapat kerja Panwaslu se-Jawa Timur, di Malang beberapa saat lalu.
Dalam rapat kerja itu, pelantikan Panwascam bisa dianggarkan dari rencana angaran belanja APBN meski tidak ada nomenklatur pos belanjanya.
"Dalam Raker itu mengusulkan beberapa revisi. Salah satunya dana pelantikan bisa dialokasikan melalui pos belanja lain-lain," terangnya.
Qomar menambahkan, pelantikan Panwascam rencananya akan dilangsungkan hari Kamis (19/2) jam 09.00 siang di Gedung Delta Praja Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo.
"Rencana awal kami, pelantikan dilakukan siang ini. Tapi karena berbarengan dengan paripurna, maka kami tunda besok," kata Qomar kepada kabarpemilu.com, Rabu (18/2) siang di kantor Panwaslu, Jl Pahlawan, Sidoarjo Kota.
Pentingnya peran Panwascam, kata Qomar, membuat pihak Panwaslu setempat segera mengagendakan rapat kerja untuk Panwascam yang direncanakan akan digelar pada tanggal 21-22 Februari mendatang. Sedangkan untuk perekrutan 353 Pantia Pengawas Lapangan (PPL) direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 28 Februari.
"Dengan jadwal seperti itu kami berharap bulan Maret kami sudah efektif melakukan pengawasan," ujar Qomar.
Qomar mengungkapkan, akibat tertundanya pelantikan Panwascam dan belum terbentuknya pengawas lapangan, membuat kinerja Panwaslu setempat sampai saat ini belum bisa optimal. Padahal, laporan lisan dari masyarakat ataupun partai politik tentang pelanggaran atau tindak pidana pemilu diakui Qomar hampir setiap hari masuk ke pihaknya.
"Ada laporan lisan soal money politik, laporan by phone soal pelanggaran, dan sebagainya. Tapi, kami tidak bisa bergerak cepat karena keterbatasan tenaga. Mudah-mudahan pelantikan besok akan segera mengoptimalkan kerja pengawasan kita," pungkasnya.kp006

11 February, 2009

Panwaslu Sidoarjo Tagih Dana APBN ke Jakarta

Heru - kabarpemilu.com
Belum dikucurkannya dana operasional pelaksanaan Pemilu 2009 dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) membuat Panita Pegawas Pemilu (Panwaslu) Sidoarjo berencana mendatangi pemerintah pusat di Jakarta.
"Kami rencanakan ke Jakarta, kalau tidak malam ini, ya, besok," ungkap Qomarud Zaman kepada wartawan, Rabu (11/2). Rencana kedatangan Panwaslu Sidoarjo ke pemerintah pusat menyusul terbengkalainya sejumlah program kerja lantaran ketiadaan dana itu.
"Di sana, kami akan konsultasikan sejumlah persoalan yang dihadapi berkaitan dengan belum turunnya dana APBN itu sampai sekarang," tambahnya.
Program kerja Panwaslu Sidoarjo yang terbengkalai, menurut Qomarud Zaman antara lain, pelantikan 54 orang Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan dan biaya operasional kantor Panwaslu.
Untuk operasional kantor seperti pembayaran telepon, listrik, dan surat menyurat selama 2 bulan terpaksa anggota Panwaslu merogoh kantong pribadi masing-masing.
“Pengadaan materi dan konsumsi perekrutan Panwascam bulan kemarin, sekaligus gaji 3 anggota Panwaslu sampai saat ini otomatis juga belum diterima. Kalau dihitung-hitung, kita sudah pakai uang pribadi Rp 10 juta lebih," keluh Qomarud Zaman.
Terpisah, Ketua DPRD Sidoarjo Drs H Arly Fauzi mengatakan, pihaknya sampai saat ini belum melakukan desakan kepada Pemkab Sidoarjo untuk mengucurkan dana talangan. Sebab, surat edaran petunjuk dari pemerintah pusat atau pemerintah tingkat I sampai hari ini juga tidak ada.
"Kalau misalnya, ada semacam surat edaran yang membolehkan APBD bisa digunakan untuk menalangi sementara waktu, itu sangat bisa dilakukan. Tapi sampai saat ini belum ada," ungkapnya.
Meski begitu, Arly berjanji dalam waktu dekat ini pihaknya akan mengkomunikasikan hal tersebut kepada eksekutif. "Secara kelembagaan, kami akan meminta kepada eksekutif untuk secepatnya meminta petunjuk dari pemerintah Propinsi soal kemungkinan penggunaan dana talangan dari APBD Sidoarjo," ujar Arly.kp005

Tidak Ada Anggaran, Panwas Belum Tertibkan Atribut Melanggar

SIDOARJO, RABU - Dengan alasan belum menerima gaji dan dana operasional sejak 1 Desember 2008, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, tidak segera menindak pelanggaran atribut calon anggota legislatif di beberapa tempat di Sidoarjo. Padahal, atribut-atribut tersebut melanggar karena dipaku di pepohonan bahkan di pasang di lembaga pendidikan.Kondisi tersebut banyak terlihat di Jalan Raya Waru, Jalan Ahmad Yani, Jalan Gajah Mada, serta di jalan-jalan utama di Sidoarjo. Bahkan ada pula atribut calon anggota dewan perwak ilan daerah yang dipasang di depan kampus Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Tak sedikit pula caleg yang sudah mulai mengajak masyarakat untuk memilih meski kampanye belum dimulai."Kami menyadari bila memang ada pelanggaran pada atribut caleg di Sidoarjo . Namun, sampai saat ini kami belum bisa bertindak karena untuk menindak pelanggaran tersebut tidak ada dana. Sejak dilantik pada 1 Desember 2008, kami belum terima gaji padahal pekerjaan kami sangat banyak," ucap Ketua Panwas Kabupaten Sidoarjo Komaruzzaman, Rabu (4/2) di Sidoarjo.Komaruzzaman menambahkan, pelantikan Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) pun terpaksa ditunda meski pengurusnya sudah terpilih sejak akhir Januari lalu akibat ketiadaan dana. Upaya koordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Pra ja, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, serta Kepolisian Resor Sidoarjo untuk memberantas atribut yang melanggar itu juga belum terlaksana karena anggaran belum ada."Sebenarnya kami ingin melengkapi jajaran kami hingga di tingkat bawah. Namun, berhubung tid ak ada dana, mau apalagi. Akibatnya, pengawasan di tingkat kecamatan berlum berjalan dengan baik," ujar Komaruzzaman.
Kompas.com,Rabu, 4 Februari 2009 | 18:54 WIB

Panwas Sidoarjo Sudah Dua Bulan Tak Dapat Gaji

SIDOARJO, JUMAT - Anggota Panitia Pengawas Pemilu atau Panwaslu Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, mengeluh karena sejak dilantik pada 1 Desember 2008 hingga kini belum menerima gaji sama sekali. Untuk biaya operasional sehari-hari terpaksa diambil dari uang pribadi milik tiga anggota Panwas Sidoarjo."Padahal, kami sudah harus bekerja memantau calon anggota legislatif menjelang kampanye maupun menyeleksi dan melantik anggota Panitia Pengawas Pemilu tingkat kecamatan, " ungkap anggota Panwaslu Sidoarjo Muhammad Subhan, Jumat (30/1) di Sidoarjo.Menurut Subhan, setelah sebulan dilantik, Panwas Sidoarjo pernah menanyakan pembiayaan operasional ke Panwas Provinsi Jawa Timur. Namun, sampai hari ini belum ada kejelasan mengenai kapan Panwas Sidoarjo mendapat dana operasional tersebut. Selan itu, gaji tiga anggota Panwas Sidoarjo sampai hari ini belum diterima.Subhan menambahkan, biaya operasional yang dimaksud adalah pembayaran listrik, mengganti beberapa lampu listrik yang mati, maupun memberi suguhan kepada tamu-tamu yang berkunjun ke kantor Panwas Sidoarjo. Seluruh biaya tersebut diambil dari uang pribadi ketiga anggota Panwas Sidoarjo."Masak tamu yang berkunjung ke kantor kami tidak disuguhi apapun? Lalu, lampu listrik yang mati harus diganti karena itu terkait dengan kelancaran pekerjaan kami. Belum lagi alat tulis kantor yang harus kami belum sendiri, " keluh Subhan.

Kompas.com,Jumat, 30 Januari 2009 | 18:46 WIB

Gaji Panwaslu Sidoarjo Dua Bulan belum Dibayar

SIDOARJO--MI: Anggota panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang dilantik 1 Desember 2008, dua bulan ini tidak menerima gaji sehingga tidak bisa bekerja sesuai yang diharapkan. Akibat belum turunnya anggaran untuk Panwaslu Sidoarjo bukan hanya membuat kinerja anggota tidak maksimal, tetapi juga menyebabkan pelantikan anggota panwas kecamatan diundur. Seharusnya anggota panwas kecamatan dilantik sejak Januari lalu. Jumlah anggota panwas kecamatan yang akan dilantik tercatat 407 orang. Pada setiap kecamatan terdapat tiga anggota panwas dan setiap desa terdiri satu anggota panwas lapangan. Menurut Ketua Panwaslu Sidoarjo Qomarud Zaman, Rabu (4/2), sebenarnya rencana anggaran belanja 2009 sudah turun, tapi belum jelas kapan diterima oleh panwas kabupaten.
Di Sidoarjo anggaran untuk panwaslu mencapai Rp3,5 miliar, yaitu sebesar Rp1,59 miliar untuk pengawas pemilu lapangan, Rp1,29 miliar untuk panwas kecamatan, dan sisanya untuk operasional dan honor panwas kabupaten. "Kita selama ini seperti kerja bakti dan sering cari pinjaman untuk bisa operasional," kata Qomarud.(HS/OL-01)
Media indonesia, Rabu, 04 Februari 2009 17:15 WIB
Penulis : Heri Susetyo

PKS Desak Pencairan Dana Panwaslu

SIDOARJO-DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kabupaten Sidoarjo mendesak agar pemerintah mencairkan dana operasional untuk pengawas pemilu (panwaslu) Kabupaten Sidoarjo. Sebab menjelang kampanye, ternyata belum ada dana pendukung operasional panwaslu. “Padahal untuk menuju pemilu yang jujur dan adil, perlu dilakukan pengawsan. Agar diketahui apakah saat kampanye ada pelanggaran atau tidak,” kata Ketua DPD PKS Sidoarjo Aditya Nindiyatman, sesuai bertandang ke kantor Panwaslu di JL Pahlawan, kemarin.
Harapan dia dengan peningkatan pengawasan yang bagus, kedepan pemilu legislatif bisa menghasilkan anggota dewan yang berkualitas. Namun itu sulit terwujud jika banyak terjadi pelanggaran dalam berkampanye. Aditya datang ke panwaslu bersama Tim Pemenangan Pemilu Daerah (TPPD) DPD PKS Sidoarjo, yaitu Hilmi Musa, dan Agus Supriyadi, yang juga sekretaris DPD PKS Sidoarjo. TPPD DPD PKS ini hendak untuk menyamakan persepsi tentang penyelenggaraan pemilu. Tujuannya agar tidak ada salah persepsi dan pelanggaran ketika PKS berkampanye. Namun, dalam pertemuan itu, ketua Panwaslu Kabupaten Sidoarjo, Qomarud Zaman malah sambat pengawasan saat ini tidak bisa dilakukan. Karena terkendala belum adanya dana pendukung. “Untuk melakukan pengawasan, Panwaslu Kabupaten seharusnya dibantu panwaslu kecamatan. Tapi mendekati masa kampanye, ternyata beluma ada dana untuk operasional maupun untuk pelantikan panwaslu kecamatan,” kata Qomarud Zaman.
Ia berharap, Hilmi Musa, ikut mendesak agar dana operasional segera cair. Sebab Hilmi tercatat menjabat Sekretaris Komisi A DPRD Sidoarjo.Sementara itu, Hilmi Musa mengatakan seharusnya dana Panwas segera dicairkan. Sebab masa kampanye hanya tinggal beberapa hari saja. Jika dana pendukung tidak segera cair, dikhawatirkan pelaksanaan kampanye tidak ada pengawasan. “Dana untuk Panwaslu ini menjadi kewenangan pemerintah pusat. Jika ada dana topangan dari dana APBD yang dimungkinkan, kami akan segera berkoordinasi dengan eksekutif,” kata Helmi Musa.(rud)

Sumber: Radar Surabaya (Minggu. 08/02/09)

Panwas Keluhkan Dana

SIDOARJO - Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sidoarjo mengeluhkan minimnya dana yang diterima sehingga kinerja mereka terhambat. Salah satunya, penertiban pelanggaran yang dilakukan oleh calon legislatif (caleg) dalam memasang poster.
Ketua Panwaslu Sidoarjo Qomarud Zaman menuturkan, sejak dilantik pada 1 Desember 2008 belum ada dana yang mengalir. Sehingga, dia dan beberapa anggota belum menerima gaji. "Padahal, pekerjaan kami sangat banyak," paparnya.
Kondisi tersebut mengakibatkan mereka tidak bisa melantik anggota panwas di tingkat kecamatan (panwascam). Selain itu, upaya koordinasi dengan beberapa pihak terkait, seperti satpol PP, Polres Sidoarjo, serta dinas kebersihan dan pertamanan, belum dilaksanakan. "Sebab, kami belum punya dana hingga sekarang," jelas dia.
Qomarud mengakui banyaknya pelanggaran yang terjadi sebelum masa kampanye dimulai. Misalnya, poster bertulisan ajakan memilih dan pemasangan di tempat terlarang. "Kami hanya bisa bergerak terbatas. Sebab, untuk menindak seluruhnya, dibutuhkan biaya yang cukup besar," terang dia.
Dia berharap ada tindakan konkret terkait dengan kondisi panwas saat ini. Sebab, masa kampanye, yaitu 16 Maret, semakin dekat. (riq/ib)
[ Jawa Pos, Kamis, 05 Februari 2009 ]

Tiga Kades Ketahuan Nyaleg

SIDOARJO - Tiga calon legislatif (caleg) DPRD Sidoarjo diketahui melanggar persyaratan. Ketiganya masih tercatat sebagai kepala desa (Kades). Kalau masih aktif sebagai Kades, mereka terancam dicoret dari daftar caleg. Ketiga caleg tersebut adalah Arif Mahmudin dari PKNU, Aminulloh dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Santriyo dari Partai Golongan Karya (Golkar). Ketua Panitia Pengawas (Panwas) Pemilihan Legislatif Kabupaten Sidoarjo Qomarud Zaman mengungkapkan, setelah panwaskab dilantik Desember 2008 lalu, dia langsung turun ke lapangan untuk melihat perkembangan proses pencalegan yang telah melalui tahap penetapan daftar caleg tetap (DCT). ''Kami juga menerima dan mengumpulkan informasi dari warga," katanya.Setelah dicek ke lapangan, lanjut Qomarud, panwas menemukan tiga caleg yang masih menjabat Kades. Arif merupakan Kades Boro, Kecamatan Tanggulangin; Santriyo adalah Kades Rangkah Kidul, Sidoarjo; dan Aminullah menjabat Kades Kepuhkiriman, Kecamatan Waru.
''Setelah kami cocokkan data dengan kenyataan di lapangan, kami melaporkannya kepada KPU Sidoarjo," ujar Qomarud.
Menurut dia, indikasi kesalahan ada pada personel caleg atau KPU. Qomarud menjelaskan, kesalahan itu bisa saja terjadi karena caleg sengaja memalsu data pribadi saat memasukkan persyaratan. ''Kemungkinan lain, ada kesalahan administrasi yang dilakukan KPU Sidoarjo," tuturnya. Tindakan ketiga Kades tersebut, kata Qomarud, melanggar Undang-Undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008, Pasal 84, Ayat 1 dan 2; Peraturan Pemerintah Nomor 72/2005, dan Surat Edaran Mendagri No 140/2661/SJ/2008.
''Yang memalsu dokumen akan dikenai pidana penjara tiga sampai empat tahun dan denda Rp 36 juta atau Rp 72 juta," paparnya.
Ketua DPC Partai Hanura Sidoarjo I Wayan Dendra mengaku sudah mengetahui persoalan tersebut. Namun, caleg terkait telah melayangkan surat kepada bupati perihal niatnya ikut dalam pencalegan. Jumat (30/1) lalu, kata Wayan, Aminulloh baru menerima balasan dari bupati Sidoarjo. ''Hari ini (kemarin), Aminulloh membalas surat bupati untuk penghentian sementara karena ikut mencalonkan diri,'' ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Sekretaris PKNU Sidoarjo M. Qaiyis. Dia mengatakan, Arif juga sudah mengirimkan surat pengunduran diri kepada bupati Sidoarjo. ''Dan itu juga ditembuskan kepada kami,'' ujarnya. Ketua KPU Sidoarjo Bima Ariesdianto mengatakan, sebelum menetapkan DCT, dia sudah mengetahui status ketiga Kades itu. Namun, tidak ada dasar hukum untuk mencoret mereka dari DCT. ''Sebab, persyaratan ketiganya sudah sesuai aturan kok," jelasnya.
Menurut dia, KPU Sidoarjo juga tidak bisa memberhentikan Kades tersebut dari statusnya. Sebab, itu bukan kewenangannya. ''Mereka diangkat oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo, berarti pemkab juga yang akan memberhentikan," tambahnya.
Sebulan lalu, Bima telah melaporkan tentang ketiga Kades tersebut ke Pemkab Sidoarjo. Saat ini, katanya, pemkab sedang memproses status penghentian sementara ketiga Kades itu. ''Yang pasti, Kades boleh ikut nyaleg, tapi tak boleh berkampanye," jelasnya. (nuq/ib)
Jawa Pos, 4 februari 2009